47 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian ini, dilakukan penelitian pendahuluan berupa pemilihan karakteristik jenis limbah yang akan digunakan pada penelitian utama yang mendukung proses penyisihan sekaligus pemulihan nutrien (terbentuk struvite atau endapan putih) dalam 24 jam pengoperasian reaktor secara batch. Dilakukan percobaan pada tujuh jenis limbah yang memiliki kandungan nutrien cukup tinggi dibandingkan dengan jenis limbah lain pada umumnya. Penelitian dilakukan dengan mengoperasikan reaktor secara batch dengan beberapa jenis limbah yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian dilakukan pengamatan setelah 24 jam pengoperasian reaktor akan terjadinya pemulihan nutrien yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih (struvite). Berikut merupakan hasil pengamatan pembentukan struvite pada beberapa jenis limbah yang memiliki kandungan nutrien cukup tinggi. Tabel IV.1 Pembentukan struvite pada berbagai jenis limbah Jenis limbah Konsentrasi NH 4 (mg N/l) Konsentrasi PO 4 (mg P/l) pH Terbentuk struvite Efluen primary clarifier WWTP 52 ± 4 3 ± 0,1 7-7,2 x Efluen anaerobik digester dari food waste leachate 2000-7000 500-1500 4 √ Efluen anaerobik digester Korea 5138 924 7,15 √ Limbah cair domestik 75 15 7 -8 x Sludge septic 1500 300 7-8,5 x Kelapa sawit 500-800 50-80 4-5 x Air lindi TPA 1720,5 25,3 8,1 x Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa karakteristik limbah yang memungkinkan terjadinya proses pemulihan nutrien yang ditandai dengan pembentukan struvite merupakan limbah yang memiliki kandungan nutrien (baik ammonium maupun 48 fosfat) yang sangat tinggi sehingga proses pengendapan struvite dapat terjadi secara spontan. Berdasarkan tabel di atas, jenis limbah efluen anaerobik digester yang berasal dari food waste leachate merupakan limbah yang mendukung terjadinya proses penyisihan dan pemulihan nutrien secara bersamaan. Berdasarkan konsentrasi nutrien yang terkandung dalam air limbah tersebut, dapat dilakukan analisa terkait rasio nutrien berupa N:P yang mendukung terjadinya proses nutrient recovery dalam pembentukan struvite. Didapatkan nilai N:P yang mendukung terjadinya presipitasi struvite berada pada rentang 4-5,56:1. Terbentuknya struvite berupa endapan putih teridentifikasi dari hasil analisa karakteristik struvite melalui uji SEM-EDS dan XRD. Berdasarkan uji SEM-EDS, morfologi endapan yang dianalisa berbentuk kristal yang tidak beraturan ukurannya disertai dengan permukaan yang tajam, sedangkan berdasarkan spektrum EDS terlihat bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam endapan adalah C (31,05%), O (46,01%), Mg (10,16%), dan P (12,78%). Dari hasil uji SEM-EDS pula dapat dianalisa perbandingan rasio Mg:P yakni sebesar 0,795 yang mana cukup mendekati nilai Mg:P = 1:1 yang merupakan perbandingan mol unsur pembentuk struvite secara teoritis (Mg:NH 4:PO4 = 1:1:1). Hasil XRD juga menunjukkan terdapat kemiripan puncak spesifik dari sampel uji dengan struvite. Food waste leachate merupakan salah satu air limbah yang memiliki kandungan organik dan nutrien yang cukup tinggi. Kandungan nutrien yang cukup tinggi pada food waste leachate akan sangat berdampak pada proses nutrient recovery yang berlangsung. Proses pembentukan struvite sangat bergantung pada konsentrasi nutrien, khususnya nitrogen dan fosfat, yang tersedia dalam sistem. Semakin tinggi konsentrasi nutrien yang tersedia dalam sistem, maka akan terjadi proses pembentukan presipitat struvite secara spontan dalam jumlah besar. Jika konsentrasi nutrien yang tersedia dalam sistem bernilai rendah, maka proses pembentukan presipitat struvite akan berjalan lebih lambat serta dihasilkan struvite dalam jumlah sedikit. 49 Pada umumnya, food waste leachate memiliki pH yang cukup asam yakni sekitar 4,76 (Li, Cheng, dan Wong, 2012). Walaupun memiliki konsentrasi nutrien yang cukup tinggi, namun dalam pH rendah (asam) proses pembentukan struvite tidak akan berjalan secara efektif dan efisien. Untuk itu diperlukan proses penyesuaian pH pada food waste leachate menjadi kondisi basa dengan pH antara 6,5-10 (Bowers, 2004) agar proses nutrient recovery berupa pembentukan struvite yang terjadi dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta dihasilkan lebih banyak struvite. Pada penelitian ini, akan digunakan air limbah artifisial dengan konsentrasi nutrien yang merujuk pada efluen anaerobik digester yang berasal dari food waste leachate dengan konsentrasi ammonium sekitar 2-7 g N/l dan konsentrasi fosfat sekitar 0,5- 1,5 g P/l (Frear, Quanbao, dan Shulin, 2010). Pembuatan air limbah artifisial dilakukan dengan cara mencampurkan ammonium klorida (NH 4Cl) sebagai sumber nitrogen serta dikalium fosfat (K 2HPO4.3H2O) sebagai sumber fosfat. Pada penelitian ini, ditetapkan bahwa konsentrasi ammonium dan fosfat yang akan digunakan dalam pembuatan limbah artifisial merupakan nilai tengah dari rentang konsentrasi di atas sehingga digunakan nilai konsentrasi ammonium sebesar 4500 mg N/l dan konsentrasi fosfat sebesar 1000 mg P/l. Digunakan pula natrium klorida sebagai elektrolit pendukung dengan konsentrasi sebesar 0,01 M yang merupakan kondisi optimum dalam penyisihan fosfat pada penelitian Kim, An, Lim, dan Park (2018). Tabel IV.2 Karakteristik air limbah artifisial yang merujuk pada efluen anerobik digester yang berasal dari food waste leachate NH4 PO4 N:P Karakteristik 4500 mg N/l 1000 mg P/l 4,5:1 Sumber NH4Cl K2HPO4.3H2O IV.2 Pengaruh Debit Resirkulasi terhadap Performa Reaktor ACEC Penelitian terkait identifikasi pengaruh debit resirkulasi terhadap penyisihan dan pemulihan nutrien dilakukan menggunakan jenis limbah terpilih pada penelitian pendahuluan yang terbukti dapat menghasilkan struvite selagi terjadi penyisihan 50 nutrien (khususnya ammonium dan fosfat) di dalam reaktor ACEC. Digunakan jenis limbah terpilih yakni efluen anaerobik digester yang berasal dari food waste leachate sebagai rujukan air limbah artifisial dengan sistem pengaliran secara batch-recirculation guna mengidentifikasi pengaruh debit resirkulasi terhadap performa reaktor ACEC. Dilakukan pengoperasian reaktor dengan variasi debit resirkulasi yakni 1 ml/menit, 2 ml/menit, 3 ml/menit, 4 ml/menit, dan 5 ml/menit. Dari keseluruhan variasi debit resirkulasi, didapatkan hasil penurunan konsentrasi nutrien pada kondisi awal dan akhir pengoperasian reaktor sehingga dapat dikatakan bahwa reaktor ACEC dapat digunakan untuk menyisihkan nutrien, khususnya nitrogen dan fosfat. Selain itu, selama proses pengoperasian reaktor berlangsung, dihasilkan pula endapan putih di dalam reaktor berupa struvite sehingga dapat dikatakan pula bahwa reaktor ACEC dapat digunakan untuk memulihkan nutrien yang terdapat dalam air limbah. IV.2.1 Pengaruh Debit Resirkulasi terhadap Penyisihan Nitrogen Berdasarkan penelitian pada laboratorium, didapatkan hasil penyisihan nitrogen dalam bentuk ammonium untuk masing-masing variasi debit resirkulasi selama 24 jam pengoperasian reaktor sebagai berikut. Gambar IV.1 Penurunan konsentrasi nitrogen selama pengoperasian reaktor pada variasi debit resirkulasi 3000 3100 3200 3300 3400 3500 3600 3700 3800 3900 0 5 10 15 20 25 NH 4 (mg N/l) Waktu (jam) Q=1 Q=2 Q=3 Q=4 Q=5 51 Berdasarkan hasil penyisihan nitrogen di atas, dapat dilihat bahwa pada keseluruhan variasi debit resirkulasi penurunan konsentrasi ammonium relatif bernilai kecil yang bisa diakibatkan oleh besarnya konsentrasi awal ammonium yang terdapat dalam air limbah artifisial sehingga ketika hanya sebagian kecil ammonium yang bereaksi dengan ion magnesium dan fosfat membetuk endapan MAP maka dibandingkan dengan konsentrasi awalnya yang begitu besar mengakibatkan penurunan konsentrasi yang terjadi menjadi kecil (tidak terlalu signifikan). Dari Gambar IV.1 di atas, terlihat bahwa pada debit resirkulasi yang relatif besar (utamanya debit resirkulasi 3, 4, dan 5 ml/menit) terjadi penurunan konsentrasi ammonium yang cukup signifikan pada selang waktu 0 sampai 2 jam pertama pengoperasian reaktor berlangsung. Setelah melewati fase tersebut, masih terlihat sedikit penurunan konsentrasi ammonium sampai jam ke 24 namun penurunan tersebut dapat dikatakan tidak terlalu siginifikan jika dibandingkan dengan penurunan konsentrasi ammonium pada selang waktu awal pengoperasian reaktor. Pada debit resirkulasi yang relatif rendah, terutama pada debit resirkulasi 2 ml/menit, terlihat penurunan yang signifikan pada selang waktu awal pengoperasian reaktor juga, namun hingga kurun waktu 24 jam masih terlihat penurunan konsentrasi ammonium yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan penurunan konsentrasi yang terjadi pada debit resirkulasi yang relatif besar, sedangkan pada debit resirkulasi 1 ml/menit terjadi penurunan konsentrasi ammonium yang cukup signifikan pada selang waktu 0 sampai 6 jam pertama pengoperasian reaktor berlangsung. Dengan ini dapat diidentifikasi bahwa debit resirkulasi yang kecil memberikan waktu yang lebih lama untuk air limbah berada di dalam reaktor sehingga dapat terjadi reaksi pembentukan struvite yang lebih banyak yang beriringan dengan terjadinya penurunan konsentrasi ammonium yang terdapat dalam air limbah. Sedangkan pada debit resirkulasi yang relatif besar, waktu air limbah berada di dalam reaktor semakin cepat sehingga memperkecil terjadinya reaksi pembentukan struvite yang beriringan dengan terjadinya penurunan konsentrasi ammonium yang terdapat dalam air limbah. Hal ini menyebabkan konsentrasi setimbang nutrien cenderung lebih cepat tercapai pada debit resirkulasi besar (namun penyisihan nutrien masih relatif kecil) dibandingkan 52 dengan debit resirkulasi kecil (penyisihan nutrien yang dihasilkan relatif cukup besar). Besar persentase penyisihan nitrogen yang dihasilkan setelah 24 jam pengoperasian reaktor untuk variasi debit resirkulasi 1 ml/menit, 2 ml/menit, 3 ml/menit, 4 ml/menit, dan 5 ml/menit berturut-turut adalah 8,3%, 14,8%, 9,9%, 8,9%, dan 5,8%. Berdasarkan hasil penyisihan nitrogen tersebut, dapat dilihat bahwa persentase penyisihan tertinggi diberikan oleh debit resirkulasi 2 ml/menit dengan besar penyisihan ammonium 14,8%. Besar persentase penyisihan ammonium (dengan konsentrasi awal ammonium berada pada rentang ribuan) dengan metode pengendapan struvite secara kimia berkisar antara 6,8-33,1% (Iswarani dan Warmadewanthi, 2018), sehingga penyisihan nitrogen yang tidak terlalu signifikan ini memang terjadi pada proses pembentukan struvite ketika konsentrasi awalnya sangat tinggi. Berdasarkan data persentase penyisihan nitrogen pada variasi debit resirkulasi di atas, dapat diidentifikasi pula bahwa dengan meningkatnya debit resirkulasi yang dialirkan maka terjadi penurunan efisiensi penyisihan nitrogen setelah 24 jam pengoperasian reaktor (kecuali pada debit resirkulasi 1 ml/menit). Hal ini dapat disebabkan oleh efek dari debit resirkulasi pada beban nutrien yang harus diolah dalam reaktor. Debit resirkulasi yang kecil memberikan waktu lebih lama bagi nutrien untuk berada di dalam reaktor sehingga nutrien dapat bereaksi dengan ion magnesium yang dilepaskan dari proses oksidasi di anoda untuk membentuk endapan struvite. Hal ini juga berlaku untuk debit resirkulasi yang besar, yakni waktu nutrien berada dalam reaktor akan lebih pendek yang akan mengakibatkan berkurangnya interaksi antara nutrien dan ion magnesium sehingga akan menghasilkan penyisihan nutrien yang lebih sedikit. Persentase penyisihan nitrogen debit resirkulasi 1 ml/menit yang lebih kecil dibandingkan dengan debit resirkulasi 2 ml/menit dapat disebabkan oleh pengaruh lain (selain waktu kontak dalam reaktor) yang merupakan salah satu faktor utama dalam pembentukan struvite yakni pH. Berikut merupakan perubahan nilai pH selama 24 jam pengoperasian reaktor pada debit resirkulasi 1 dan 2 ml/menit. 53 Gambar IV.2 Perubahan pH pada debit resirkulasi 1 dan 2 ml/menit Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa nilai pH pada debit resirkulasi 2 ml/menit cederung lebih tinggi dibadingkan dengan nilai pH pada debit resirkulasi 1 ml/menit. Pada debit resirkulasi 2 ml/menit, nilai pH naik dari 7,6 dan mencapai puncak pada 7,8. Pembentukan struvite akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai pH pada rentang pH 8-9 (Ariyanto, Kanti, dan Ming, 2013). Maka debit resirkulasi 2 ml/menit yang memiliki nilai pH mendekati 8 akan menghasilkan pembentukan struvite yang lebih banyak dibandingkan dengan debit resirkulasi 1 ml/menit.