1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Nitrogen dan fosfor merupakan elemen penting dalam kehidupan, namun pelepasan nitrogen dan fosfor berlebih secara kontinyu ke lingkungan saat terjadinya proses alami (misalnya pelapukan, pelarutan, erosi) dan aktivitas antropogenik (misalnya limpasan permukaan dari aktivitas pertanian dan peternakan, instalasi pengolahan air limbah, dll.) dapat menyebabkan eutrofikasi (pertumbuhan alga dan penurunan kadar oksigen terlarut) dalam sistem air alami. Masalah eutrofikasi diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya populasi, intensifikasi pertanian, dan industrialisasi. Namun, eutrofikasi dapat diatasi dengan mengurangi beban nutrien yang masuk ke badan air dengan cara mengurangi beban nutrien yang dibuang dari instalasi pengolahan air limbah ke badan air. Dengan demikian, diperlukan sistem penyisihan nutrien yang efisien dan/ atau teknologi pemulihan nutrien yang dapat diandalkan. Penyisihan/ pemulihan nitrogen dan fosfor dari air limbah dapat dicapai dengan proses biologi atau fisik-kimia. Pemilihan teknologi penyisihan/ pemulihan nutrien ditentukan oleh konsentrasi nitrogen dan fosfor, dan berakibat pada efektivitas biaya dari proses (Val del Rio, 2017). Dalam satu dekade terakhir, fokus dari rekayasa pengolahan air limbah telah bergeser dari yang berasal hanya untuk pengendalian dan pencegahan terjadinya pencemaran di lingkungan menjadi pemanfaatan/ pengambilan kembali sumber daya yang terkandung dalam limbah tersebut (resource recovery). Sumber daya alam seperti ammonia dan fosfat merupakan senyawa yang penting untuk pasokan makanan manusia. Senyawa ammonia pada umumnya diproduksi dari proses Haber-Bosch dengan tekanan dan suhu yang tinggi dimana membutuhkan energi sebesar 1% dari total energi yang dibutuhkan dunia (Cherkasov, 2015). Senyawa fosfor merupakan senyawa yang melimpah di alam tetapi aksesibilitas dan kualitasnya masih terbatas (Jasinski, 2017). Dalam satu dekade terakhir, harga fosfor telah meningkat sebesar 2-3 kali lipat dan diperkirakan akan mencapai puncaknya dalam 20-70 tahun kedepan (Jacobs, 2017), dimana pasokan fosfor mulai berkurang. 2 Hampir 100% dari nitrogen dan fosfor yang dikonsumsi manusia dilepaskan kembali ke alam dalam bentuk buangan baik itu faeces maupun urine. Untuk mencegah terjadinya algae blooming (eutrofikasi) pada badan air penerima, instalasi pengolahan air limbah didesain untuk menyisihkan nutrien tersebut. Pendekatan yang paling sering digunakan untuk menyisihkan nutrien yang terkandung dalam air limbah adalah dengan proses nitrifikasi/ denitrifikasi dan metal presipitasi dengan garam logam, dimana nutrien secara efektif tersisihkan (Coats, 2011). Penyisihan nutrien dengan proses nitrifikasi merupakan metode yang membutuhkan energi yang sangat besar dimana mencapai 60% dari biaya operasional (Nanchairah, 2016). Pendekatan yang lebih berkelanjutan adalah dengan menggunakan close nutrient loop yang mana menggunakan/ memanfaatkan kembali sumber daya (nutrien) yang terkandung dalam air buangan manusia dibandingkan dengan mengolahnya menjadi residu yang tidak diinginkan/ disisihkan. Nitrogen dan fosfor yang terkandung dalam air limbah dapat di recover sebagai Magnesium Ammonium Phosphate Hexahydrate (MAP) (MgNH 4PO4·6H2O atau struvite). Air limbah yang mengandung fosfor dan nitrogen dalam jumlah besar akan menjadi sumber struvite yang baik. Struvite adalah pupuk fosfat, meskipun mengandung nitrogen dan magnesium dalam jumlah besar, dan merupakan sumber alternatif yang efektif dari batuan fosfat untuk mempertahankan sistem produksi pertanian. Pembentukan struvite umumnya terjadi dalam proses presipitasi secara fisik-kimia baik dengan penambahan garam magnesium maupun dengan proses elektrokoagulasi. Proses pembentukan struvite secara kimia ini tentunya memerlukan biaya yang cukup besar dimana penambahan garam magnesium dalam jumlah besar akan meningkatkan biaya operasi sedangkan proses elektrokoagulasi pada umumnya memerlukan energi eksternal untuk mendorong terjadinya proses reduksi dan oksidasi dalam sistem. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan atau metode baru yang lebih hemat energi dibandingkan dengan teknologi konvensional yang ada. 3 Air Cathode Electrocoagulation (ACEC) adalah teknologi baru yang memiliki potensi sebagai pengganti teknologi elektrokoagulasi konvensional untuk teknik recovery struvite dalam air limbah. Kelebihan utama dari teknologi ini adalah (1) Teknologi ini tidak memerlukan tambahan energi dari luar (external power) untuk mendukung proses struvite precipitation, (2) Teknologi ini lebih efektif, efisien, serta hemat energi jika dibandingkan dengan teknologi konvensional lainnya, dan (3) Teknologi ini relatif baru dan belum pernah dikembangkan di Indonesia sehingga potensi pengembangannya masih sangat terbuka lebar. I.2 Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang sebelumnya, pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana karakteristik air limbah yang dapat mendukung terjadinya proses pembentukan struvite dalam reaktor Air Cathode Electrocoagulation (ACEC). 2. Bagaimana pengaruh debit pengaliran (resirkulasi) air limbah terhadap pembentukan struvite dalam reaktor Air Cathode Electrocoagulation (ACEC). 3.