1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok, serta menggunakan tebu sebagai bahan dasar utama pembuatan gula yang digunakan sehari-hari. Nasi merupakan sumber karbohidrat dan gula mengandung nutrisi penting seperti protein, mineral dan berbagai varietas glukosa. Kandungan nutrisi tersebut merupakan nutrisi esensial yang sangat diperlukan oleh tubuh. Oleh karenanya Indonesia memiliki banyak penduduk yang bekerja sebagai petani dengan lahan pertanian yang luas. Menurut N.T. Kim Oanh dkk (2011), para petani cenderung melakukan pembakaran terbuka terhadap limbah pertanian mereka. Cara tersebut terbukti merupakan langkah yang mudah, murah dan dipercaya dapat menangani penumpukan biomassa sisa pertanian dengan cepat, selain itu dapat pula sebagai cara pengontrolan rumput liar dan mampu mengembalikan nutrien ke tanah dengan waktu singkat. Namun, menurut Andreae dan Merlet (2001) dan Reid dkk (2004), kegiatan tersebut mengemisikan polutan udara toksik dalam jumlah yang besar (partikulat, gas organik dan anorganik) dan gas rumah kaca. Praktik pembakaran terbuka limbah pertanian yang meningkatkan polusi udara ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi terjadi pula pada beberapa daerah lainnya seperti: Amerika (Jiminez dkk., 2007), Eropa (Viana dkk., 2008), Taiwan (Yang dkk., 2006) dan Thailand (Tipayarom dan Kim Oanh, 2007). Banyaknya laporan peningkatan polusi udara dari aktivitas pembakaran limbah pertanian dari berbagai daerah ini menunjukkan urgensi perlunya dilakukan analisis mendalam terhadap emisi tersebut. Partikel halus berupa PM 2.5 merupakan salah satu polutan utama yang teremisi dari pembakaran limbah pertanian (jerami padi) dan dianggap sebagai penyebab utama efek berbahaya terhadap manusia (Pope dkk., 2009) dan terhadap perubahan iklim bumi (Bond dkk., 2004). PM 2.5 ini mampu terhirup dan masuk sampai ke paru-paru manusia dan menyebabkan gangguan pernafasan. Oleh 2 karena itu studi tentang spesiasi unsur dalam PM 2.5 penting dilakukan untuk evalusi toksisitasnya seperti penilaian efek kesehatan dari aerosol. Menurut Noneng (2009), karakterisasi unsur-unsur kimia yang terdapat pada partikulat merupakan salah satu upaya identifikasi bahaya kesehatan untuk manusia dan sumber pencemar. Menurut USEPA tujuan dilakukan spesiasi adalah untuk menilai tren konsentrasi komponen massa dan emisi terkait, termasuk sumber spesifik, dan juga membantu interpretasi studi kesehatan dengan menghubungkan efek terhadap konstituen PM 2.5 (Homolya, 1999). Penelitian terbaru yang diakukan oleh Hafidawati (2019) telah melaporkan besarnya faktor emisi PM 2.5 dan BC dari pembakaran limbah pertanian di Jawa Barat. Hasil penelitian tersebut meunjukkan faktor emisi PM 2.5 dari pembakaran biomassa jerami padi sebesar 0,55 g/kg dan biomassa sangrah tebu sebesar 0,49 g/kg. Namun penelitian tersebut belum menganalisis karakteristik kimia PM 2.5 yang erat kaitannya dengan sifat toksik partikulat tersebut. Oleh karenanya, penelitian ini berupaya melanjutkan penelitian Hafidawati (2019) dengan melakukan karakterisasi kimia PM 2.5 dari emisi pembakaran limbah pertanian, khususnya pada komoditas padi, jagung dan tebu dengan berbagai varietas. Karakteristik kimia yang dianalisis berupa kandungan kation dan anion yang menunjukkan kereaktifan sebuah unsur/molekul untuk berikatan dan membentuk senyawa kompleks dan kandungan elemen/logam.