8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II ini akan dibahas aspek-aspek yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan yang meliputi pertumbuhan industri kendaraan listrik dan kebutuhan baterai, potensi bahan baku baterai di Indonesia, jenis baterai, baterai lithium ion, komponen baterai lithium ion, katoda nikel mangan kobalt (NMC), pendopingan material katoda baterai, dan metode ko-presipitasi. II.1 Perkembangan Industri Kendaraan Listrik Industri kendaraan mengalami pertumbuhan dengan cepat, baik kendaraan konvensional dengan internal combustion engine (ICE), hybrid electric vehicle (HEV), battery electric vehicle (BEV), dan fuel cell electric vehicle (FCEV). Kendaraan listrik dikembangkan untuk mengurangi emisi gas CO 2 dari transposrtasi jenis ICE yang dapat mempercepat terjadinya pemanasan global. Menurut prediksi Bloomberg New Energy Finace (2018), pada tahun 2040 penjualan total kendaraan listrik mencapai sekitar 55% dari total kendaraan di seluruh dunia yang dapat dilihat pada Gambar II.1. Dapat dilihat juga bahwa sebagian besar jenis EV yang dikembangkan adalah kendaraan listrik berbasis baterai (Battery-based EV, BEV). Gambar II.1 Prediksi penjualan kendaraan listrik (Bloomberg New Energy Finace, 2018) million vehicle 9 Komponen utama dalam BEV yaitu motor listrik, baterai, controller dan inverter. Baterai sangat penting dalam kendaraan jenis ini karena sekitar 12-25% dari total bobot kendaraan listrik dikontribusi dari berat baterainya. Selain itu, harga baterai berkontribusi sekitar 35% dari total harga sebuah BEV. Pemilihan material penyusun baterai, khususnya katoda menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan BEV. Menurut prediksi Bloomberg New Energy Finace (2018), pada tahun 2030 katoda NMC 622 dan NMC 811 akan mendominasi penggunaan katoda pada baterai lithium ion sebagai sumber energi pada BEV yaitu sekitar 60- 80% seperti ditunjukkan pada Gambar II.2. Baterai tipe NMC dipilih karena memiliki densitas energi yang tinggi, aman, dan biaya produksi yang relatif murah. Gambar II.2 Prediksi jenis baterai EV yang digunakan hingga 2030 (Bloomberg New Energy Finace, 2018) Baterai lithium ion (LIB) merupakan baterai yang dapat digunakan sebagai sumber energi BEV, karena memiliki densitas energi spesifik yang tinggi, kepadatan volumetrik yang tinggi, kestabilan termal yang baik, umur pakai yang lama dan relatif ramah lingkungan. Baterai lithium ion diklasifikasikan berdasarkan jenis material penyusun katodanya. Beberapa jenis LIB yang digunakan pada kendaraan listrik yaitu lithium kobalt oxide (LCO), lithium manganese oxide (LMO), lithium titanate oxide (LTO), lithium iron phosphate (LFP), lithium nickel manganese cobalt oxide (NMC), dan lithium nickel cobalt aluminium oxide (NCA). 10 Katoda jenis LCO merupakan jenis katoda oksida berlapis yang memiliki struktur yang baik, difusi ion lithium yang cepat, dan konduktivitas yang tinggi menjadikan material katoda ini baik digunakan dalam tegangan tinggi (4 Volt). Namun demikian, mahalnya kobalt (Co) menjadikan baterai jenis ini cenderung digantikan oleh baterai dengan kandungan nikel lebih tinggi. Katoda jenis LMO tersusun atas material oksida dengan struktur spinel. Kelebihan dari katoda jenis ini dibandingkan dengan material katoda LCO adalah interkalasi dan deinterkalasi ion lithium yang cepat, kestabilan struktur yang baik dan konduktivitas yang lebih tinggi. Interkalasi (penyisipan) ion lithium ke dalam struktur tetrahedral pada material memberikan tegangan operasi yang tinggi (4 Volt) dengan kapasitas kurang dari 130 mAh/g. Penggunaan material ini juga dapat menurunkan biaya produksi secara signifikan dibandingkan dengan LiCoO 2 karena harga Mn yang jauh lebih murah dari Co. Namun, masalah lain yang harus dihadapi adalah penggunaan logam Mn yang mudah terlarut di dalam elektrolit. Mn yang terlarut tersebut dapat dengan mudah bermigrasi ke dalam material anoda dan menyebabkan menurunnya siklus hidup baterai lithium ion (Chun Zhan dkk., 2013). LIB dengan jenis LTO juga mempunyai katoda yang tersusun atas oksida titanium dengan struktur spinel yang memberikan luaran tegangan sekitar 1,5 Volt. LIB jenis ini tidak banyak digunakan dalam kendaraan listrik (Manthiram, 2020). Sementara, baterai dengan katoda jenis LFP merupakan tersusun atas material oksida dengan polianion. Penggunaan polianion sebagai pengganti logam transisi membuat katoda menjadi relatif lebih ramah lingkungan, dan menghasilkan potensial sel yang lebih tinggi (Manthiram dan Goodenough, 2021). Ikatan kovalen pada polianion (PO 4) n- mengikat oksigen secara lebih rapat dibandingkan dengan logam oksida yang menyebabkan kestabilan termalnya meningkat. Katoda jenis ini juga mempunyai biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan jenis katoda LCO dan NMC. Baterai dengan katoda NMC diprediksi akan mendominasi pasar baterai lithium ion untuk EV di masa depan. Penggunaan tiga ion logam transisi di dalam material katoda NMC karena masing-masing logam memiliki peran yang berbeda dalam 11 meningkatkan kinerja baterai. Logam Mn memiliki peran utama dalam meningkatkan kestabilan kimia, dan kestabilan termal dari baterai NMC. Logam Co berperan penting dalam menjaga kestabilan struktur dan konduktivitas katoda. Sementara itu, logam Ni mempunyai kedua fungsi yang diperankan oleh Co dan Mn. Hal ini karena logam Ni memiliki sifat diantara kedua logam Mn dan Co sebagaimana ditunjukkan pada Tabel II.1. Dengan meningkatkan kandungan logam Ni dan mengurangi kandungan logam Co dalam material katoda NMC, kapasitas katoda dapat ditingkatkan dan biaya bahan baku material dapat diturunkan. Tabel II.1 Perbandingan karakteristik logam Mn, Co, dan Ni dalam material katoda NMC (Manthiram, 2020) Parameter Trend Stabilitas struktur Co > Ni > Mn Konduktivitas listrik Co > Ni > Mn Stabilitas kimia Mn > Ni > Co Ketersediaan bahan baku Mn > Ni > Co Keramahan lingkungan Mn > Ni > Co Baterai NMC telah diproduksi dalam beberapa jenis dengan perbandingan massa (dalam mol) Ni:Mn:Co yang bervariasi mulai dari 1:1:1, 5:3:2, 6:2:2 dan 8:1:1 (Noh dkk., 2013). Peningkatan kandungan nikel dalam material katoda NMC akan menurunkan biaya produksi baterai karena harga Ni yang lebih murah dibandingkan dengan Co. II.2 Potensi Bahan Baku Material Baterai di Indonesia Indonesia merupakan negara yang saat ini mempunyai cadangan nikel terbesar di dunia. Menurut laporan US Geological of Survey (USGS) pada tahun 2022, Indonesia memiliki nikel ekivalen sebesar 21.000.000 ton. Produksi dan cadangan nikel dari berbagai negara pada tahun 2021 menurut USGS ditunjukkan pada Tabel II.2. Dengan cadangan dan produksi tambang nikel yang menempati peringkat pertama di dunia pada 3 tahun terakhir ini, Indonesia seyogyanya dapat berperan 12 penting dalam produksi baterai kendaraan listrik, dimana nikel merupakan komponen kunci pada material penyusun katodanya. Tabel II.2 Produksi dan cadangan nikel di dunia tahun 2020 dan 2021 (United Stated Geological Survey, 2022) Negara Produksi Nikel (ton) Cadangan Nikel (ton) 2020 2021 Indonesia 771.000 1.000.000 21.000.000 Australia 169.000 160.000 21.000.000 Brazil 77.100 100.000 16.000.000 Rusia 283.000 250.000 7.500.000 New Caledonia 200.000 190.000 *NA Filipina 334.000 370.000 4.800.000 Cina 120.000 120.000 2.800.000 Kanada 167.000 130.000 2.000.000 USA 16.700 18.000 340.000 Negara lainnya 373.000 410.000 20.000.000 Total 2.184.000 2.480.000 95.000.000 *NA : Not available Sumber bahan baku nikel di Indonesia adalah bijih nikel laterit. Bijih nikel laterit dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama yaitu bijih jenis saprolit dan jenis limonit (Subagja, 2016). Bijih saprolit merupakan bijih nikel laterit berkadar nikel tinggi yaitu dalam rentang 1,5-4%, sementara bijih limonit mempunyai kadar nikel lebih rendah yaitu dalam rentang 0,8-1,5%. Profil dari lapisan bijih nikel laterit ditunjukkan pada Gambar II.3. Terdapat 2 (dua) rute proses utama untuk memproses bijih nikel laterit yaitu jalur pirometalurgi dan hidrometalurgi serta kombinasi antara keduanya. Bahan baku material katoda baterai umumnya diproduksi dengan jalur hidrometalurgi, meskipun proses pirometalurgi juga dapat menghasilkan produk nikel matte yang dapat diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat. Proses-proses hidrometalurgi ini 13 meliputi High Pressure Acid Leaching (HPAL), reduction roasting-ammonia leaching (Caron process), Atmospheric Leaching (AL) yang umumnya digunakan untuk mengolah bijih limonit. Proses-proses hidrometalurgi ini sebagaian besar menghasilkan dua jenis produk antara yaitu Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulfide Precipitate (MSP) yang kemudian dimurnikan lebih lanjut menjadi garam-garam nikel sulfat dan kobalt sulfat sebagai bahan baku material katoda baterai. Sementara, proses pirometalurgi umumnya mengolah bijih saprolit dengan produk akhir berupa ferronickel (FeNi) atau nickel pig iron (NPI) yang digunakan untuk memproduksi baja tahan karat, serta nikel matte.