BAB IV GAMBARAN UMUM, ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA, DAN REKOMENDASI Bab ini menguraikan tentang beberapa hal, yakni: Gambaran umum kawasan wisata Ubud, dilanjutkan dengan analisa beserta interpretasi data primer yang terdiri atas data fotografi serta wawancara yang dikombinasikan dengan analisis isi (content analysis) data sekunder yang meliputi analisis kebijakan adat dan analisis dari kajian transportasi geografi (geography transport), dan hasil dari kombinasi analisis tesebut akan dijadikan dasar untuk penyusunan rekomendasi sistematis terkait dengan desain teknis trotoar yang ideal. 4.1. Gambaran Umum Kawasan Wisata Ubud Kawasan wisata Ubud terletak di Kabupaten Gianyar sebelah Barat, dimana kawasan ini meliputi seluruh Kecamatan Ubud dan sebagian dari Kecamatan Payangan serta Kecamatan Tegalalang. Menurut data dari Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pariwisata Ubud Kabupaten Gianyar (2013), batas-batas administratif dari kawasan wisata Ubud adalah sebagai berikut. Bagian Utara : Desa Taro (Kecamatan Tegalalang) dan Desa Kerta (Kecamatan Payangan) Bagian Selatan: Desa Pejeng Kawan (Kecamatan Tampaksiring) dan Desa Kemenuh (Kecamatan Sukawati) Bagian Timur : Desa Batuan Kaler Desa Singapadu Tengah (Kecamatan Sukawati) Bagian Barat : Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Di dalam penelitian ini, fokus lokasi penelitian berada di Desa Ubud. Desa Ubud merupakan salah satu desa dari delapan desa di Kecamatan Ubud (Badan Pusat Statisik Kabupaten Gianyar, 2014), dimana desa-desa tersebut adalah: Desa Singakerta, Desa Lodtunduh, Desa Mas, Desa Peliatan, Desa Petulu, Desa Ubud, Desa Sayan, dan Desa Kedewatan. Lebih lanjut, Desa Ubud memiliki luas area sebesar 732 hektar, dengan susunan pemerintahan yang terdiri dari tigabelas Banjar, yakni: Banjar Padangtegal Kelod, Banjar Padangtegal Mekarsari, Banjar Padangtegal Tengah, Banjar Padangtegal Kaja, Banjar Ubud Kelod, Banjar Ubud Kaja, Banjar Ubud Tengah, Banjar Taman Kelod, Banjar Taman Kaja, Banjar Taman Kaja (Utara), Banjar Sambahan, Banjar Sembahan, dan Banjar Tegallantang. Gambar 4.1. Peta Penggunaan Lahan Kawasan Wisata Ubud Sumber: Pemerintah Kabupaten Gianyar (2014) Berdasarkan peta penggunaan lahan diatas, terlihat bahwa kegiatan di Desa Ubud didominasi oleh aktivitas perdagangan, jasa, dan juga pendidikan. Aktivitas tersebut diperkuat dengan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Gianyar (2014) yang menguraikan bahwa di Desa Ubud terdapat 76 restoran/ rumah makan, 458 warung, 187 art shop, dan 281 tempat perdagangan lainnya, dimana masing-masing tempat kegiatan tersebut merupakan yang terbanyak jika dibandingkan dengan desa- desa lain di Kecamatan Ubud. Selain itu data dari Pemerintah Kabupaten Gianyar (2014) menjelaskan bahwa di Ubud terdapat 13 hotel berbintang dan 336 hotel non- berbintang, yang menunjukkan bahwa banyak wisatawan yang berkunjung ke Ubud jika dibandingkan dengan wilayah lain di Kabupaten Gianyar. Banyaknya pusat-pusat perdagangan dan jumlah hotel tersebut menunjukkan banyaknya aktivitas yang dibangkitkan oleh peningkatan kunjungan wisatawan terutama wisatawan mancanegara ke Ubud, sehingga kawasan Desa Ubud menjadi ramai dan dapat meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sekitar. Hal tersebut dibuktikan dengan produk domestik regional bruto (PDRB) kawasan wisata Ubud yang mencapai Rp 13.308.794,71 pada tahun 2012 dan memiliki tren meningkat menjadi Rp 13.973.211,83 pada tahun 2013 (Pemerintah Kabupaten Gianyar, 2014). Peningkatan PDRB tersebut merupakan salah satu indikator positif dalam perkembangan perekonomian kawasan wisata Ubud pada umumnya dan Desa Ubud pada khususnya, yang harus didukung oleh berbagai infrastruktur dan fasilitas pendukung dalam aspek transportasi, dimana di dalam penelitian ini berfokus pada fasilitas pejalan kaki. 4.2. Analisis dan Interpretasi Data 4.2.1. Data Observasi Pada pengambilan data observasi berupa fotografi, peneliti membagi lokasi penelitian menjadi tiga area, yakni: Jalan Raya Ubud (area 1), Jalan Raya Hanoman (area 2), dan Jalan Wenara Wana (area 3). Gambar 4.2. Peta pembagian wilayah analisa data Sumber: Hasil Analisa (2015) Area 1 Area 3 Area 2 Area 3 Area 1 (Jalan Raya Ubud) Titik 1. Depan Puri Ubud Analisis: Menurut Tokuda, K. et al. (2008), ubin bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus (tactile blocks) harus dipasang di lokasi yang aman dan tersusun sesuai dengan fungsinya agar dapat diakses dengan mudah oleh para pejalan kaki berkebutuhan khusus. Yang dimaksud dengan aman adalah peletakan ubin yang berwarna kuning tersebut harus berada di tengah ruas trotoar, bukan di pinggir ruas trotoar karena pejalan kaki berkebutuhan khusus memerlukan ruang lebih untuk memperkirakan tempat untuk berjalan kaki. Sedangkan tersusun dengan sesuai adalah pola garis harus sesuai dengan standar yang berlaku seperti yang tertera pada gambar dibawah ini, dimana pola garis menjadi arah pergerakan (gambar kanan) sedangkan pola lingkaran berfungsi menjadi titik perhentian (gambar kiri). Gambar 4.3. Contoh ubin bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus Sumber: International Association of Traffic and Safety Sciences (2008) Titik 2. Parkir mobil Pasar Ubud Analisis: Trotoar disalahgunakan menjadi tempat parkir kendaraan bermotor yakni mobil, sehingga pejalan kaki tidak memiliki akses dan harus memutari mobil tersebut. Trotoar merupakan fasilitas khusus bagi pejalan kaki agar dapat berjalan tanpa terganggu oleh kendaraan, namun gambar diatas menunjukkan bahwa fungsi trotoar tidak dapat optimal karena disalahgunakan menjadi tempat parkir mobil yang parkir secara melintang di lokasi parkir Pasar Ubud sisi utara yang berada di Jalan Raya Ubud. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 275 dan 284 disebutkan bahwa terdapat peringatan hukuman pidana bagi setiap orang yang melakukan gangguan dan merusak fungsi lau lintas termasuk fasilitas pejalan kaki. Namun pada kenyataannya peraturan tersebut belum bisa ditegakkan karena masih banyak terdapat pelanggaran terhadap fasilitas pejalan kaki, dalam hal ini adalah parkir kendaraan bermotor di Pasar Ubud. Titik 3. Timur Pasar Ubud (ruas utara dan ruas selatan) Analisis: Ubin bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus (tactile blocks) tidak berlanjut dan terputus di titik yang sejajar baik di ruas trotoar sebelah utara maupun di ruas trotoar sebelah selatan. Menurut International Association of Traffic and Safety Sciences (2008), ubin bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus (tactile blocks) harus dipasang tersusun sesuai dengan fungsinya agar dapat diakses dengan mudah oleh para pejalan kaki berkebutuhan khusus. Sedangkan gambar diatas menunjukkan pembangunan ubin di trotoar tersebut tidak bersifat kontinuitas dan merugikan pejalan kaki yang memiliki kebutuhan khusus. Titik 4. Depan Restoran A Analisis: Tidak ada trotoar, namun terdapat batas parkir sepeda motor yang menjadi koridor bagi pejalan kaki untuk berjalan sebagaimana terlihat pada gambar diatas. Tidak adanya trotoar mengakibatkan pejalan kaki harus berbagi jalan dengan kendaraan dalam hal ini lokasi parkir sepeda motor, walaupun masih terdapat suatu ruang yang difungsikan bagi pejalan kaki. Sebenarnya telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 45 yakni fasilitas pendukung bagi pejalan kaki adalah trotoar dan tempat penyeberangan pejalan kaki, dan dapat diperkuat dalam Badan Standardisasi Nasional (2004) yang menjelaskan bahwa setiap fungsi jalan memiliki fasilitas trotoar dengan lebar minimum sebesar 1,50 meter. Namun pada kenyataannya masih terdapat ruas jalan yang tidak dilengkapi dengan fasilitas trotoar bagi pejalan kaki sebagaimana terdapat di gambar diatas, sehingga kebutuhan pejalan kaki belum terpenuhi dan menyebabkan keamanan dan keselamatan pejalan kaki belum terjamin. Area 2 (Jalan Raya Hanoman) Titik 1. Pertokoan di ruas trotoar sebelah barat Analisis: Lebar trotoar hanya 1 meter, kondisi bergelombang dan berpenutup tidak rata sehingga membahayakan pejalan kaki. Penyebab dari permukaan yang tidak rata adalah desakan akar pohon yang mengarah ke trotoar, dimana batang pohon mendesak permukaan trotoar sebagai reaksi alami dari proses mencari sumber oksigen. Seharusnya pada saat perencanaan trotoar harus mempertimbangkan faktor masuknya air hujan ke dalam akar pohon sebagaimana tertera pada gambar dibawah ini, sehingga permukaan trotoar dapat terhindar dari desakan akar pohon. Gambar 4.4. Celah atau lubang jalur masuk air dan udara bagi akar pohon Sumber: Kirschbaum dkk (2001) Titik 2. Lokasi di dekat Pura Analisis: Lebar trotoar hanya 1 meter, kondisi cukup rata, namun ada bagian yang berlubang cukup besar dan hanya ditutup dengan kayu yang bisa membahayakan pejalan kaki. Trotoar di lokasi tersebut merupakan dan didesain sebagai penutup saluran air, sehingga jika rusak satu bagian maka akan rusak seluruh bagian sebagaimana terlihat pada gambar diatas, dan sayangnya hanya ditutup dengan kayu dan belum ada tindakan dari dinas terkait. Titik 3. Persimpangan dekat tembusan menuju Jalan Andong Analisis: Trotoar memiliki lebar lebih dari 1 meter, kondisi cukup rata dan cukup terawat, namun disalahgunakan menjadi lokasi parkir sepeda motor. Fungsi trotoar seharusnya hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki, namun masih banyak penyalahgunaan sebagai tempat parkir ilegal terutama di kawasan wisata Ubud.