1 BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Kakao, Theobroma cacao L. (Malvales: Sterculiaceae) merupakan salah satu komoditi perkebunan penting yang dapat meningkatkan devisa negara. Wilayah Indonesia berada di daerah garis ekuator dimana tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik. Indonesia pernah menempati urutan ke-3 negara penghasil kakao setelah Pantai Gading dan Ghana. Akan tetapi, produksi kakao di Indonesia mengalami penurunan, sehingga saat ini Indonesia menempati urutan ke-6 dunia. Pemerintah Indonesia mencanangkan program intensifikasi pertanian yang disebut Gernas Kakao (Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao) pada tahun 2009-2011. Upaya tersebut berhasil meningkatkan produktivitas kakao pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing sebesar 2,12% dan 3,59%. Namun, penurunan produktivitas kakao terus terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Pertanian (2020), diperkirakan telah terjadi penurunan produktivitas kakao mencapai 1,09% pada tahun 2020 dari 742 kg/ha menjadi 707 kg/ha. Upaya intensifikasi masih menjadi langkah yang diambil oleh petani kakao untuk meningkatkan produktivitas secara nyata dan dalam jangka waktu yang lebih cepat. Sebanyak 90% produksi total kakao di Indonesia berasal dari perkebunan rakyat skala kecil. Menurut Witjaksono dan Asmin (2016), kebanyakan petani kakao kecil tidak memiliki sumber finansial dan pemahaman yang cukup mengenai sistem pertanian berkelanjutan dan teknik pengendalian hama yang tepat. Hal tersebut yang menyebabkan banyak petani beralih dari menanam kakao karena penurunan produktivitas yang tidak dapat dikendalikan. Di Perkebuna Ghana dan Pantai Gading, kerugian dari serangan hama dan penyakit kakao dapat menurunkan angka produksi mencapai 40% (Wessel & Quist-Wessel, 2015). Selain aplikasi pestisida untuk pengendalian, upaya pemangkasan dapat dilakukan juga untuk mengendalikan hama kakao.