1 I. Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Sistem pergerakan merupakan suatu bagian dari sistem transportasi yang dipengaruhi oleh preferensi dan keputusan masing-masing individu. Sistem transportasi secara keseluruhan terbagi atas 3 bagian sistem yaitu sistem pergerakan, sistem jaringan dan sistem aktivitas (Manheim, 1979). Pola aktivitas harian pelaku perjalanan selalu dikaitkan dengan perilaku manusia dalam menentukan pola perjalanan. Sistem transportasi yang berkelanjutan dapat menjadi enabler dalam menciptakan kota masa depan yang berkelanjutan (Thombre et al, 2021). Sistem transportasi merupakan salah satu sistem infrastruktur yang kritis karena gangguannya dapat menyebabkan dampak ekonomi, sosial, dan keuangan yang signifikan ke wilayah yang terkena dampak (Ahmed, 2019). Kebutuhan dalam penggunaan angkutan merupakan suatu bagian yang tidak dapat terpisahkan bagi kegiatan manusia karena hampir seluruh kegiatan manusia tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak ada angkutan yang mendukung. Perkembangan sistem angkutan menuntut tingkat kehidupan masyarakat yang selalu berkembang dan tumbuh sebagai upaya memenuhi kebutuhan mobilitas manusia yang semakin tinggi. Gagasan untuk mengembangkan infrastruktur perkotaan yang lebih tangguh sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan yang sudah ada, secara alami sangat penting untuk sistem transportasi dan khususnya untuk mobilitas perkotaan karena peran kuncinya tentang cara kerja sistem perkotaan (Carlos et al, 2019; Da Mata Martins et al, 2019). Ketahanan suatu sistem transportasi perkotaan adalah kemampuan suatu sistem untuk menahan, mengurangi dan menyerap dampak dari suatu gangguan. Ketahanan statis yaitu mempertahankan suatu tingkat layanan yang dapat diterima, sedangkan ketahanan dinamis yaitu memulihkan operasi yang teratur dan seimbang dalam jangka waktu dan biaya yang wajar (L.A.P.J. & P.J.G., 2020). Masa pemulihan yang lebih lama bagi sistem transportasi massal ke kondisi normal, kemungkinan akan menggeser penggunaan transportasi umum perkotaan menjadi transportasi pribadi atau ketergantungan pada kendaraan tanpa adanya 2 pilihan mobilitas alternatif yang aman dan tahan bencana. Chan and Schofer (2016) mendefinisikan ketahanan dalam ilmu transportasi sebagai kemampuan sistem transportasi dalam peristiwa yang merusak dan dapat kembali ke keadaan operasional umum dalam jangka waktu yang dapat diterima. Sedangkan menurut Manyena (2006), ketahanan didefinisikan sebagai hasil ketika mampu untuk dapat mengatasi kejadian bahaya dan kerentanan atau dapat bangkit kembali dari bahaya tersebut. Pada umumnya ketahanan diartikan sebagai suatu konsep yang luas jika dibandingkan dengan kapasitas karena melebihi dari tindakan khusus, perilaku, dan strategi untuk pengurangan risiko yang sering dipahami sebagai kapasitas. Ketahanan merupakan suatu konsep yang semakin penting karena memahami respons sistem perkotaan terhadap guncangan endogen dan eksogen dalam konteks perubahan iklim dan ketidakpastian sosial ekonomi saat ini (Da Mata Martins et al, 2019). Pengambilan keputusan transportasi harus lebih mencerminkan masalah keberlanjutan dan kualitas hidup di kota karena sebagian besar kota di negara berkembang dan negara maju menghadapi peningkatan permintaan motorisasi dan mobilitas (Canitez, Alpkokin, & Topuz-Kiremitci, 2020). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sebastian Bamberg, Icek Ajzen & Peter Schmidt (2003) disimpulkan bahwa pilihan moda perjalanan sebagian besar merupakan keputusan yang beralasan; bahwa keputusan ini dapat dipengaruhi oleh intervensi yang menghasilkan perubahan sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku; sehingga pilihan perjalanan masa lalu berkontribusi pada prediksi perilaku dikemudian hari hanya jika keadaan tetap relatif stabil. Bamberg dan Schmidt (2003) mengidentifikasi bahwa keyakinan peran, kebiasaan, dan norma pribadi merupakan faktor dalam memprediksi pemilihan moda transportasi dan mempengaruhi pengurangan penggunaan moda transportasi umum tertentu (Rebecca A. Scott, 2016). Menurut Warpani, (2002) dalam hal angkutan orang, setiap individu mempunyai selera masing-masing dalam memilih moda yang akan digunakan, hal tersebut menyesuaikan dengan tiga kepentingan dan kemampuannya. Dalam mengelola sistem perangkutan harus selalu diingat hanya terdapat dua kelompok konsumen jasa angkutan, yaitu captive riders merupakan 3 kelompok paksawan karena mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menyewa sedangkan choice riders merupakan kelompok para pilihan karena mereka memiliki kemampuan memilih moda yang akan digunakan seperti mengggunakan kendaraan sendiri Awal tahun 2020, seluruh negara di dunia termasuk Indonesia terjangkit suatu penyakit dengan merebaknya virus COVID-19 yang telah melemahkan banyak sektor kehidupan manusia. Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang terdampak sehingga memaksa seluruh orang untuk membatasi pergerakan dan mengharuskan jaga jarak fisik didalam angkutan umum. Adanya jaga jarak fisik berpengaruh pula pada pengurangan kapasitas di dalam moda tersebut. Tindakan tegas diambil untuk mengendalikan penyebaran pandemi, membatasi perjalanan dan pergerakan secara umum (De Vos, 2020; A. Fielbaum, 2022). Perjalanan perkotaan telah menurun di seluruh dunia, tetapi tidak sama untuk semua moda karena transportasi umum mengalami pukulan terberat (Molloy et al., 2020; Astroza et al., 2020). Negara-negara di dunia mengadopsi berbagai pembatasan dan kebijakan untuk mencegah penyebaran pandemi yang mengakibatkan penurunan tajam dalam permintaan transportasi (Zhou et al, 2021). Studi awal tentang dampak COVID-19 pada preferensi moda, diketahui bahwa telah berkurangnya keinginan seseorang untuk menggunakan moda yang berpotensi akan bertemu dengan orang asing selama perjalanan, seperti moda angkutan umum (Kucharski et al., 2020, Abdullah et al., 2021, Eisenmann, 2021, Das et al., 2021; A. Fielbaum, 2022). Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah et al (2020) menganalisis perubahan perilaku perjalanan selama pandemi di sejumlah negara, diketahui adanya peralihan yang cukup besar dari angkutan umum ke mobil pribadi, dengan hasil bahwa sebagian besar perjalanan selama pandemi dilakukan untuk kegiatan berbelanja. Dampak pandemi pada mobilitas individu dan keberlanjutan kota bergantung pada ketahanan kebijakan jangka menengah dan panjang selama peristiwa yang mengganggu tersebut (Thombre et al, 2021). Di Indonesia terdapat kota besar yang salah satunya yaitu Metropolitan Bandung Raya, tidak heran jika ketergantungan masyarakat terhadap transportasi pun sangat 4 tinggi untuk mobilitas harian. Terkait tingginya mobilitas masyarakat di dalam suatu kota, tentu saja perlu disediakan angkutan umum yang dapat mengangkut masyarakat selain menggunakan angkutan pribadi yang dimiliki oleh perorangan. Diketahui terdapat lima jenis transportasi umum perkotaan yang beroperasi di Metropolitan Bandung Raya, tiga diantaranya akan menjadi fokus dalam penelitian ini seperti Trans Bandung Raya (Damri), Trans Metro Pasundan, dan Trans Metro Bandung. Pemilihan transportasi umum perkotaan tersebut dikarenakan jarak jangkauan pelayanan yang jauh, sehingga kemungkinan responden yang terjaring akan semakin tinggi karena pengguna jasa angkutan di Kota Metropolitan tentu saja tidak melihat dari batas wilayah administrasi. Pada saat ini, jumlah penduduk yang menggunakan fasilitas transportasi umum di Metropolitan Bandung Raya dengan jumlah penduduk di Kota Bandung sebesar 13,25%, jumlah penduduk di Kabupaten Bandung Barat sebesar 60%, jumlah penduduk di Kabupaten Bandung sebesar 19,73%, jumlah penduduk di Kota Cimahi sebesar 15%, dan jumlah penduduk di Kabupaten Sumedang sebesar 55%. Dilihat dari persentase tersebut mengartikan bahwa sebagian besar penduduk masih bergantung pada kendaraan pribadi dan menjadi kontributor penyumbang kemacetan perkotaan, polusi udara dan kebisingan. Data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kota Bandung tahun 2022 terkait data jumlah penumpang bus Trans Metro Bandung, pada tahun 2020 telah terjadi penurunan jumlah penumpang yang sangat drastis dibandingkan dengan tahun 2018 diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Jumlah penumpang Trans Metro Bandung pada tahun 2018 sebesar 1.054.397 jiwa penumpang turun menjadi 360.749 jiwa penumpang (lebih jelas dapat dilihat pada bab gambaran umum). Lalu bus Trans Metro Pasundan, jumlah penumpang sebelum pandemi tidak diketahui karena program buy the service pada armada ini baru beroperasi di Kota Bandung pada bulan Desember 2021, sehingga jumlah penumpang pada kondisi pandemi saat ini tidak dapat dilihat perbedaan nya dengan jumlah penumpang sebelum adanya pandemi (lebih jelas dapat dilihat pada bab gambaran umum). Trans Bandung Raya (Damri) pada bulan Oktober 2021 untuk sementara tidak mengoperasikan 8 trayek bus dikarenakan terjadi penurunan jumlah penumpang yang berdampak pula pada 5 penurunan pendapatan atau setoran perhari jika armada tersebut beroperasi. Dari 13 trayek bus yang dimiliki Damri, hanya 3 rute saja yang masih tetap beroperasi dan 2 trayek lainnya bergabung dengan program buy the service Trans Metro Pasundan dari Kementerian Perhubungan (lebih jelas dapat dilihat pada bab gambaran umum). Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, penularan virus menyebar dengan sangat cepat yang menyebabkan semakin mempengaruhi minat masyarakat untuk naik transportasi umum dan mengakibatkan semakin banyak pula masyarakat yang lebih merasa aman jika memakai kendaraan milik pribadi. Penelitian ini dilakukan untuk memprediksi jika dalam jangka waktu 6 bulan kedepan (bulan Juli 2022-Januari 2023) kondisi level pandemi semakin menurun dan menuju ke stabil. Lalu jika dalam jangka waktu tersebut kondisi pandemi tidak kunjung menuju ke stabil, asumsi studi ini berlaku jika suatu hari kondisi pandemi semakin melandai dan dianggap penelitian ini sebagai penelitian untuk masa depan. Dapat dilihat dari grafik berikut mengenai grafik data trend perkembangan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 per hari yang tercatat dari bulan juli 2021 hingga juli 2022 diketahui bahwa mengalami kenaikan dan penurunan yang signifikan. Posisi waktu penelitian ini dilakukan di bulan juli 2023, tren kasus sedang mengalami kenaikan dan perlahan mengalami penurunan. Gambar I.1 Grafik Tren Perkembangan Kasus Terkonfirmasi Positif Covid-19 Per Hari Pada Bulan Juli 2021-Juli 2022.