62 Bab IV Diskusi dan Kesimpulan IV.1 Diskusi Seperti telah dijelaskan pada Bab pendahuluan, salah satu permasalahan dalam penelitian ini adalah bahwa produksi gas reservoir MF4 hingga akhir tahun 2016 memberikan volume produksi lebih besar dari cadangan gas (IGIP) yang diestimasi oleh peneliti terdahulu (Priyadi, 2012) dan bagaiman hubungan konektivitas reservoir yang memiliki kontak fluida aktual yang berbeda walaupun secara tekanan terkoneksi. Untuk menjawab permasalahan diatas, analisis kompartementilisasi stratigrafi dari reservoir batupasir yang beramalgamasi tersebut telah dilakukan. Pemodelan geologi dengan konsep model sedimentologi hasil analisis ini juga dilakukan untuk mendapatkan volume estimasi cadangan (IGIP) yang lebih realistis terhadap komulatif produksinya. Pemahaman model sedimentologi sebelum melakukan pemodelan geologi menjadi elemen penting dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan volume cadangan suatu reservoir. Perbedaan mendasar antara penulis terdahulu pada studi reservoir MF4 adalah pemahaman model sedimentologi yang digunakan dalam pemodelan geologi reservoir tersebut. Priyadi (2012) menyatakan bahwa objek penelitian merupakan batupasir masif yang diendapkan di lingkungan sungai (fluvial deposit). Pemodelan geologi ini hanya mengambil referensi analogi batuan inti dari Lapangan Peciko pada reservoir Beta yang terletak sekitar 150m di atas reservoir MF4. Pada studi ini, referensi batuan inti diambil dari sumur B9 dan B14 di Lapangan Bekapai yang berjarak sekitar 15 km dari Lapangan Peciko. Batuan inti sumur- sumur ini terletak pada interval stratigrafi yang sama (MF4) dengan objek penelitian. Deskripsi batuan inti dari sumur B9 dan B14 ini menunjukan bahwa lingkungan pengendapan objek peneltian berada di lingkungan delta front dan delta plain. Hal ini didukung oleh studi Allen (1995) yang menyatakan satu siklus 63 delta direpresentasikan pola progradasi pengendapan delta hasil pola regresif ke transgresif yang juga ditemukan pada objek penelitian (Gambar IV.1). Gambar IV.1 Referensi satu siklus delta (Allen, 1995) pada objek penelitian Satu siklus delta ini dibuktikan dengan analisis stratigrafi pada penampang sumur dan korelasi antar sumur pada objek penelitian dari Sh-6 ke MF4/Sh-7a. Pola progradasi dimulai dari Sh-6 setelah adanya fasa maksimum transgresif yang dicirikan pengendapan batulempung yang sangat tebal dan diendapkan di atasnya batupasir mouth bars di lingkungan delta front. Pola progradasi terus berlanjut ke arah Tenggara yang dicirikan dengan endapan batupasir mouth bars yang sedikit lebih tebal yang kemudian digerus oleh batupasir endapan sungai (distributary channel) di atasnya. Pola regresif diakhiri dengan pengendapan batupasir alur delta (distributary channel) yang beramalgamasi dengan endapan distributary channel di bawahnya. Akhir regresif ini juga ditandai dengan adanya batupasir bars dari endapan overbank diakibatkan suplai sungai yang maksimum. Satu siklus sistem delta ini diakhir dengan pola transgresif di atasnya yang dicirikan adanya endapat pengaruh laut yakni endapan serpih dan lapisan tipis batuan karbonat yang ditemukan dominan hampir di semua sumur. Hal yang menarik 64 dalam penelitian ini juga ditemukannya batupasir tipis yang menyebar cukup luas dan ditemukan berasosiasi dengan endapan serpih dan batuan karbonat pada akhir pola transgresif. Penulis-penulis terdahulu seperti Bhattacharya (2006) mengklasifikasikan Delta Mahakam merupakan tipe delta hasil kombinasi antara pengaruh sungai dan tidal. Berdasarkan korelasi antar sumur, Mora dkk, (2003) menginterpretasi alternatif geometri batupasir tidal bar yang berbentuk elongated untuk membedakan dengan batupasir mouth bars dari delta front yang berbentuk lobate. Allen (1995) tidak membahas detail pengaruh perubahan muka laut (tidal) pada akhir transgresif dalam satu sistem siklus delta di Mahakam. Akan tetapi dia menggambarkan skematik pergeseran (switching) dan penumpukan (stacking) dari lobe delta saat penurunan cekungan. Pergeseran distribusi lobe delta dari yang ditinggalkan/abondoned (mengalami pola transgresif) ke arah yang lebih aktif yang mengalami progradasi (Gambar IV.2A). Area transgresif yang ditinggalkan ini yang memungkinkan memiliki pengaruh muka laut (tidal). Lambiase dkk. (2014) menyatakan bahwa batupasir hasil pola transgresif di area yang ditinggalkan ini sebagai backfilled distributary sandstone yang kemungkinan susah untuk dilihat pada kondisi bawah tanah/subsurface. Pada studi kasus ini, endapan batupasir seperti bars ini diinterpretasikan sebagai batupasir bars hasil proses sedimentasi ulang akibat adanya proses pasang surut muka laut (tidal) saat pola transgresif. Berdasarkan analisis elektro-fasies pada semua penampang sumur, batupasir tidal bars ini dominan ditemukan pada area di atas fasies distributary channel yang sudah ditinggalkan/tidak aktif. Interpretasi ini dibuktikan oleh studi peneliti terdahulu (Husein, 2005) yang menemukan indikasi batupasir bars di area yang relatif pasif (tidak ada pengaruh sedimen fluvial) di bagian Utara dari Delta Mahakam modern saat sistem pengendapan sedang aktif ke arah Selatan (Gambar IV.2B). 65 Gambar IV.2 Indikasi batupasir tidal bars di Delta Mahakam; (A): Model switching dan abondanment dari lobes delta oleh Allen (1995), (B) Indikasi batupasir tidal bars di bagian Utara dari Mahakam modern oleh Husein (2005). Amalgamasi batupasir dari endapan sungai distributary channel yang terbentuk pada akhir regresif menjawab permasalahan penelitian ini tentang kemungkinan penyebaran geometri reservoir MF4 yang lebih luas dan juga menyebabkan hubungan konektivitas reservoir ini terlihat lebih kompleks. Analisis kompartementalisasi stratigrafi secara detail dari batupasir beramalgamasi endapan sungai ini menjelaskan bagaimana model sedimentologi reservoir ini saling terhubung dan membentuk semi-barier yang mengakibatkan perbedaan kontak aktual antara sumur baru di area Anjungan S dan sumur lama yang sudah di produksi di daerah Anjungan W. Snedden dkk. (2007) menggambarkan fault juxtaposition sebagai analog untuk menjelaskan kemungkinan konektivitas pada reservoir channel yang beramalgamasi (Gambar III. 4). 66 Gambar IV.3 Diagram skematik fault juxtaposition digunakan sebagai analog konektivitas channel yang beramalgamasi (Snedden dkk., 2007) Pada reservoir MF4, konektivitas amalgamasi batupasir distributary channel di daerah W terlihat sangat baik dibuktikan dengan data uji tekanan sebelum produksi dan setelah produksi melalui data log produksi. Profil log sinar gamma di area ini juga menunjukan amalgamasi yang menerus tanpa adanya interkalasi endapan serpih diantaranya. Fenomena ini juga ditemukan pada reservoir di atasnya (reservoir Y channel) yang mengindikasikan adanya paleogeografi secara lokal di daerah sekitar anjungan W. Sedangkan pada area Anjungan S, konektivitas vertikal terhalang oleh endapan serpih diantara amalgamasi endapan sungai distributary channel tersebut walaupun secara lateral memiliki konektivitas reservoir yang baik yang dibuktikan dengan data uji tekanan sumur-sumur baru (sumur S2 dan S14) yang sudah mengalami deplesi sebelum diproduksi. Hubungan konektivitas ini diinterpretasi akibat kehadiran batupasir bars yang kualitasnya lebih rendah (overbank deposit) yang menghubungkan dua cabang endapan sungai ini (bifurcation) sehingga membentuk semi-barier konektivitas dan menyebabkan perbedaan kontak aktual sumur-sumur tersebut (Gambar IV.4) Pemodelan geologi hasil analisis kompartementalisasi dari batupasir yang beramalgamasi endapan sungai ini memberikan volume cadangan yang lebih realistik dibandingkan dengan produksi gas yang sudah diperoleh. Model geologi pada studi ini memberikan volume cadangan gas sebesar 137 Bcf dan jika dibandingkan dengan produksi yang sudah dicapai hingga akhir Desember 2016 67 (85.6 Bcf) memberikan faktor pengurasan 66 %. Volume ini kemudian divalidasi dengan perhitungan teknik reservoir berdasarkan metode material balance yang mengestimasi cadangan reservoir MF4 sekitar 120-170 Bcf. Hasil pemodelan geologi statik ini akan digunakan oleh teknik reservoir untuk melakukan pemodelan dinamik/simulasi reservoir. Pemodelan simulasi reservoir yang diintegrasikan dengan data produksi dan data tekanan saat melakukan inisialisasi dan historical matching diharapkan dapat mengetahui area yang belum terkuras/terproduksi dan mampu memprediksi kemampuan produksi sumur yang sedang/akan dibor (reservoir production forecast). 68 Gambar IV.4 Konektivitas reservoir area Anjungan W lebih baik dan terhubung area S dengan batupasir bars pada layer Sh-7b Peta Kumulatif Netpay (Res. MF4) iGOC 1764m aGWC 1748m C W24 W3 W17 W 104 W 104H z S6 S2 S14 S10 S1 S11 S7 A B W24 W17 W104 W104Hz S6 S2 S14 S10 S1 S11 S7 A B A B W A D Y S 7a 7b 7c 7d 7d iGOC 1764m aGWC 1748m 7a 7b 7c 7d Sh-6 Good connectivity Semi-barrier 7a 7b 7c 7d W17 W24 S6 S2 S14 W104 W104Hz ty S Skema Konektivitas Reservoir MF4 Konektivitas reservoir dikarenakan: - Amalgamasi batupasir sungai - Batupasir barsdiantara cabang channel (bifurcation) Perbedaan kontak aktual akibat adanya semi-barrier,yakni berupa: - Kehadiran serpih diantara amalgamasi batupasir sungai - Kehadiran bars (kualitas lebih buruk) di antara cabang channel (bifurcation) D Anjungan produksi 69 IV.2 Kesimpulan Kesimpulan dari analisis kompartementalisasi stratigrafi dari reservoir MF4 di Lapangan Peciko adalah sebagai berikut: 1. Reservoir MF4 merupakan sedimentasi suatu siklus deltaik yang dicirikan oleh proses pengendapan regresif dan diakhiri dengan transgresif. x Akhir proses regresif menghasilkan batupasir distributary channel yang saling beramalgamasi x Proses transgresif menghasilkan batupasir bars dari tidal bars deposit. Kedua hal ini memberikan kontribusi positif pada reservoir MF4 sehingga memiliki volume geometri yang lebih luas secara lateral dan vertikal. 2.