8 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Konsep daerah aliran sungai atau sering disingkat dengan DAS merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Mengingat DAS yang besar terdiri dari Sub DAS-Sub DAS, maka secara umum pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas di daratan. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021). DAS merupakan suatu megasistem yang kompleks, terdiri dari sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems), dan sistem manusia (human system). Setiap sistem dan sub-sub sistem di dalamnya saling berinteraksi, peranan tiap-tiap komponen dan hubungan antar komponen sangat menentukan kualitas ekosistem DAS. Gangguan terhadap salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan sifat dampak berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal (Kartodihardjo, 2008 dalam Setyowati dan Suharini, 2011). Apabila fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologi akan terganggu, penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya sangat berkurang, atau memiliki aliran permukaan (run off) yang tinggi. Vegetasi penutup dan tipe penggunaan lahan akan kuat mempengaruhi aliran sungai, sehingga adanya perubahan penggunaan lahan akan berdampak pada aliran sungai. Fluktuasi debit sungai yang sangat berbeda antara musim hujan dan kemarau, menandakan fungsi DAS yang tidak bekerja dengan baik. Indikator kerusakan DAS dapat ditandai oleh perubahan perilaku hidrologi, seperti tingginya frekuensi kejadian banjir (puncak 9 aliran) dan meningkatnya proses erosi dan sedimentasi serta menurunnya kualitas air (Mawardi, 2010). II.1.1 Sungai Sungai didefinisikan sebagai alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011). Menurut Junaidi (2014), proses terbentuknya sungai berasal dari mata air yang mengalir di atas permukaan bumi. Proses selanjutnya aliran air akan bertambah seiring dengan terjadinya hujan, karena limpasan air hujan yang tidak dapat diserap bumi akan ikut mengalir ke dalam sungai. Perjalanan dari hulu menuju hilir, aliran sungai secara berangsur-angsur menyatu dengan banyak sungai lainnya, penggabungan ini membuat tubuh sungai menjadi semakin besar. Sungai pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah hulu, tengah dan hilir. Berdasarkan kondisi lingkungannya sungai dibagi menjadi tiga daerah sebagai berikut (Mulyanto, 2007) : a. Hulu sungai Hulu sungai terletak di dataran yang lebih tinggi. Sungai di bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal, sempit, tebing yang curam dan tinggi, arus cepat, volume air kecil, kandungan oksigen terlarut sangat tinggi sehingga airnya jernih dan tidak terjadi endapan, suhu yang rendah, daya erosi besar, kadang-kadang terdapat terjun atau jeram, dan populasi ikan (jenis maupun jumlah) di hulu lebih sedikit dibandingkan dengan hilir dan muara. b. Hilir sungai Semakin ke arah hilir sungai, kelandaian aliran sungai akan semakin kecil, daya gerus terhadap dasar akan berkurang dan konsentrasi sedimen yang dikandungnya cukup besar sehingga mengakibatkan kapasitas transport aliran air mengecil. Sugai dibagian hilir dicirikan dengan sungai yang lebih lebar, tebing landau, badan air dalam, arus yang tidak begitu kuat, terdapat bahan organik, lebih keruh dibandingkan dengan hulu dan aliran lebih lambat. 10 c. Muara sungai Muara sungai yaitu bagian sungai yang merupakan pertemuan ujung aliran sungai dengan perairan lainnya. Bagian muara mempunyai ciri tebing yang lebih landai dan dangkal, daya erosi kecil, arus air sangat lambat dengan volume air yang lebih besar. II.1.2 Karakteristik Daerah Aliran Sungai Luas DAS akan bertambah seiring dengan laju dan volume aliran permukaan yang semakin bertambah besar. Akan tetapi apabila aliran permukaan tidak dinyatakan sebagai jumlah total dari DAS melainkan sebagai laju dan volume per satuan luas, besarnya akan berkurang dengan bertambahnya luas DAS. Ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik terjauh sampai dengan titik kontrol (waktu konsentrasi), dan juga penyebaran atau intensitas hujan (Asdak, 2007). Tampak rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan parit atau saluran, dan bentuk-bentuk cekungan lainnya mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. DAS yang mempunyai kemiringan curam disertai parit atau saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai dengan parit yang jarang dan adanya cekungancekungan. Pengaruh kerapatan parit yaitu panjang parit per satuan luas DAS. Pada aliran permukaan akan memperpendek waktu konsentrasi sehingga memperbesar laju aliran permukaan (Asdak, 2007). Sungai Landak merupakan anak sungai dari DAS Kapuas yang mempunyai panjang ± 400 km membentang dari hulu ke hilir. Karakteristik sub DAS Landak alur sungai yang melalui daerah dataran mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan aliran lambat, keadaan ini memungkinkan menjadi mudah terkena proses pengendapan. Menurut van Noordwijk dkk (2004), kemiringan sungai memegang peranan sangat penting dalam keseimbangan agradasi (peninggian dasar sungai) dan degradasi (penurunan dasar sungai). Semakin tinggi kemiringan maka semakin kasar ukuran material penyusun dasar sungai dan 11 sebaliknya. Hal ini berarti setiap perubahan kemiringan yang tidak sesuai dengan kondisi alamiah sungai akan menyebabkan ketidakstabilan angkutan sedimen sepanjang sungai. II.2 Pencemaran Air Sungai Perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sebagai habitat dari semua jenis makhluk hidup, mulai dari ukuran mikro hingga makro. Perairan yang alami memiliki sifat yang dinamis dan aliran energi yang kontinu selama sistem didalamnya tidak mengalami gangguan atau hambatan seperti pencemaran (Lukman, 2006). Pencemaran air didefisinisikan sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Air yang telah ditetapkan (Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021). Berdasarkan sifatnya Syafrudin (2016), pencemaran sungai itu sendiri dibagi menjadi dua berdasarkan sifat pencemarnya, yaitu tingkat atau kemampuan pencemar untuk berubah secara kimiawi dalam badan air atau sungai. 1. Pencemar konservatif Pencemar konservatif adalah pencemar air sungai yang bersifat relatif stabil secara kimiawi dalam badan air, dan tidak berubah atau berkurang konsentrasinya dengan adanya pengendapan di bagian dasar sungai ataupun pemurnian (purification) air sungai. Unsur – unsur yang termasuk dalam kelompok pencemar konservatif ini misalnya adalah logam – logam berat seperti Hg, Cr, Cd, Cu, Zn, dan logam lainnya yang terlarut dan mengendap pada aliran sungai. Logam berat cenderung sulit diuraikan melalui proses hidrologi sungai, maupun oleh mikroorganisme. 2. Pencemar non konservatif Pencemar non konservatif adalah pencemar yang bisa diuraikan oleh mikroorganisme, misal BOD, dan COD. Pencemar ini dapat berubah bentuk menjadi bentuk baru dengan laju reaksi yang nyata. 12 Dalam penelitian ini pencemaran air di Sungai Landak akan di teliti kondisi eksistingnya berdasarkan sifat pencemar non konservatif yaitu parameter BOD, COD, TSS, DO, dan Nitrat yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Sumber pencemaran juga dapat dibagi menjadi bentuk cair, bentuk padat dan bentuk gas serta kebisingan.