Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan Pada bab ini disampaikan dasar dan hakikat pentingnya penelitian terkait pemodelan prediksi harga tanah. Bab ini terdiri atas penjelasan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan, hipotesis, dan ruang lingkup kajian penelitian. I.1 Latar Belakang Pasar tanah di Indonesia bergerak dengan sangat dinamis (Astana dkk., 2019). Pergerakan pasar tanah diakibatkan permintaan dan penawaran atas tanah yang terus bergerak dengan pola yang tidak seimbang (Ma dan Mu, 2008). Pola yang tidak seimbang antara permintaan dan penawaran atas tanah didorong oleh kondisi tanah sebagai sumber daya yang sangat terbatas dan tidak dapat diperbaharui, sedangkan pertambahan penduduk dan peningkatan kondisi ekonomi telah mendorong kebutuhan atas tempat tinggal dan tempat hidup yang layak diatas tanah (Gomiero, 2016; Jughaiman, 2017). Secara spasial dan temporal, pola permintaan dan penawaran tanah telah mendorong manusia untuk memandang tanah sebagai aset, komoditas ekonomi, maupun objek kebijakan publik yang harus digunakan dan dikelola secara optimal (Dekkers dan Rietveld, 2009; Needham dan Verhage, 2003). Tanah adalah aset yang memiliki nilai ekonomi, nilai komersil atau nilai tukar, dan memiliki bentuk yang nyata (Dekkers dan Rietveld, 2009). Sebagai aset vital dengan jumlah yang sangat terbatas, tanah memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Needham dan Verhage, 2003), oleh sebab itu informasi harga tanah penting untuk diketahui. Informasi harga tanah terutama harga tanah di masa depan dibutuhkan untuk memberikan informasi terukur dalam pengembangan kebijakan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan perencanaan pembangunan dan penggunaan ruang, perpajakan, pengembangan infrastruktur, dan kebutuhan jangka panjang lainnya yang terkait dengan pendanaan, kredit, dan investasi (Dowall dan Leaf, 1991; Ward dan Gleditsch, 2008). Informasi harga tanah di masa depan dapat digunakan untuk 2 mengukur resiko, baik dalam perencanaan maupun dalam investasi dan pendanaan (Wolski, 2017). Harga tanah di masa depan dapat diprediksi dengan menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah. Peek dan Wilcox (1991) mengklasifikasikan faktor-faktor tersebut ke dalam dua bagian, yaitu: 1. Faktor-faktor terukur (tangible factors), adalah faktor pembentuk harga tanah yang dapat dikuantifikasi, direncanakan, diukur dan dihitung. 2. Faktor-faktor tidak terukur (intangible factors), adalah faktor pembentuk harga tanah yang muncul tiba-tiba (dengan sendirinya), tidak terukur dan tidak bisa dikendalikan. Penelitian Eckert (1990) menyoroti studi terkait faktor terukur (tangible factors) pembentuk harga tanah. Hasil penelitian tersebut menyebutkan empat faktor terukur yang membentuk harga tanah, yaitu: (1) faktor ekonomi yang terkait dengan kondisi perekonomian, (2) faktor sosial yang terkait dengan karakteristik masyarakat dalam lingkup sosial, (3) faktor politik yang terkait kebijakan-kebijakan pemerintah yang berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap harga tanah, dan (4) faktor fisik yang terkait dengan lingkungan maupun lokasi relatif bidang tanah terhadap objek lain di sekitarnya (faktor spasial). Onchan (1993), berdasarkan penelitiannya tentang faktor tidak terukur (intangible factors) pembentuk harga tanah, menunjukkan bahwa spekulasi tanah adalah faktor penting yang membentuk harga tanah. Dorongan untuk melakukan spekulasi muncul dari keinginan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari hukum ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran atas tanah (Gemeda dkk., 2019; Koroso, 2011; Liu dkk., 2013). Sebagai faktor tidak terukur, spekulasi tanah memiliki hubungan dengan faktor terukur, terutama dengan faktor ekonomi dan faktor lokasi.