8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab ini disajikan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan topik tesis. Akan dibahas pertumbuhan industri kendaraan listrik dan kebutuhan baterai, potensi bahan baku baterai di dalam negeri, proses ekstraksi nikel menjadi bahan baku baterai, baterai Lithium-Ion (Li-ion), katoda baterai, material katoda baterai Nickel Manganese Cobalt (NMC), metode ko-presipitasi, karakterisasi dan analisis performa elektrokimia baterai. II.1 Perkembangan Industri Kendaraan Listrik dan Kebutuhan Baterai Industri dan pasar mobil listrik (electric vehicle, disingkat EV) diprediksi akan tumbuh dengan cepat dalam beberapa tahun ke depan. Pertumbuhan industri kendaraan listrik ini didorong oleh komitmen global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya “pemanasan global”. Menurut Martins dkk. (2021), pertumbuhan kendaraan listrik baru yang diproduksi dan kendaraan listrik yang digunakan bersifat eksponensial (Martins, et.al, 2021). Menurut prediksi Bloomberg Energy Finance, 2018, pada Tahun 2040, penjualan mobil listrik akan berkontribusi sekitar 55% dari total mobil yang dijual di seluruh dunia seperti ditunjukkan pada Gambar II.1. Menurut prediksi Bloomberg Energy Finance, 2018 seperti yang disajikan pada Gambar II.1, sebagian besar jenis mobil listrik yang diproduksi pada Tahun 2040 adalah mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle, BEV). Kunci keberhasilan pengembangan industri mobil listrik berbasis baterai adalah ketersediaan baterai yang memiliki performa yang baik, aman, tersedia secara berkelanjutan dan memiliki harga yang kompetitif. Saat ini harga baterai secara umum berkontribusi terhadap sekitar 35-40% harga mobil listrik dimana komponen utama biaya pada pembuatan baterai adalah biaya material, khususnya material penyusun katodanya. Sebagaimana baterai secara umum, komponen baterai untuk EV meliputi katoda (sebagai kutup positip), anoda (sebagai kutup negatip), elektrolit, separator, pengumpul arus di katoda dan pengumpul arus di anoda. 9 Gambar II.1 Prediksi penjualan mobil listrik, mobil hybrid dan mobil berbahan bakar fosil sampai dengan Tahun 2040 (Bloomberg New Energy Finance, 2018). Baterai lithium-ion (Lithium Ion Battery, disingkat LIB) menjadi pilihan baterai untuk EV karena mempunyai luaran energi spesifik yang tinggi, sifat self-discharge yang rendah, stabilitas termal dan umur pakai yang relatif lama. Jenis baterai Li- ion yang digunakan pada EV diklasifikasikan berdasarkan jenis dan komposisi bahan katoda yang digunakan. Terdapat beberapa jenis baterai Li-Ion untuk EV yang telah digunakan secara komersial, yaitu: 1. Lithium Manganese Oxide (LMO), 2. Lithium Cobalt Oxide (LCO), 3. Lithium Iron Phosphate (LFP), 4. Lithium Nickel Cobalt Aluminium Oxide (NCA), dan 5. Lithium Nickel Manganese Cobalt Oxide (NMC). Baterai Lithium Manganese Oxide (LiMn 2O4) atau disingkat LMO merupakan jenis baterai EV yang memiliki kestabilan termal yang baik. Baterai LMO lebih murah daripada baterai lithium-ion berbasis kobalt dan nikel karena harga mangan yang lebih murah. Namun, baterai lithium-ion tipe LMO ini memiliki energi spesifik yang lebih rendah dan umur pakai yang lebih pendek dibandingkan dengan baterai lithium berbasis nikel dan kobalt. 10 Baterai Lithium Iron Phosphate (LiFePO 4) disingkat LFP adalah jenis baterai lithium-ion yang juga mempunyai harga yang relatif rendah, dengan keamanan dan ketahanan termal yang baik. Sebagaimana LMO, dibandingkan dengan baterai lithium-ion berbasis nikel dan kobalt, LFP juga memiliki energi spesifik yang lebih rendah, self-discharge yang relatif tinggi dan umur pakai yang lebih pendek. Karena karakteristik tersebut, LFP lebih disukai untuk kendaraan besar untuk transportasi jarak pendek dengan persyaratan keselamatan yang tinggi seperti bus listrik untuk dioperasikan di dalam kota (Shen, et al., 2021). Baterai Lithium Nickel Manganese Cobalt Oxide (LiNiMnCoO 2) atau disingkat baterai NMC adalah jenis baterai lithium-ion yang paling populer di pasar baterai EV saat ini dan diprediksi akan mendominasi pasar baterai lithium-ion untuk EV di masa depan. Baterai NMC mempunyai energi spesifik yang tinggi dengan adanya struktur nikel dan siklus charge-discharge yang tinggi dengan adanya kobalt serta kestabilan termal dengan adanya struktur spinel mangan (Martins et al., 2021, Mosali, Shen, et al., 2021). Baterai NMC telah diproduksi dalam beberapa jenis dengan perbandingan massa (dalam mol) Ni:Co:Mn yang bervariasi mulai dari 1:1:1, 5:2:3, 6:2:2 hingga 8:1:1 (Shen dkk., 2021). Dengan proporsi massa nikel yang lebih tinggi atau dengan mengurangi massa kobalt, membuat harga baterai menjadi lebih rendah karena harga nikel yang lebih murah dibandingkan dengan kobalt. Prediksi pertumbuhan produksi berbagai jenis baterai lithium-ion untuk EV sampai dengan 2040 oleh Benchmark Mineral Intelligence (BMI), 2020 ditunjukkan pada Gambar II.2. Menurut prediksi BMI ini, baterai NMC (ditulis oleh BMI dengan NCM) akan mendominasi pasar baterai untuk mobil listrik ke depan, dimana tipe baterai NMC yang diprediksi terus meningkat produksinya adalah NMC 811. 11 Gambar II.2 Prediksi pertumbuhan produksi berbagai jenis baterai lithium-ion untuk EV oleh Benchmark Mineral Intelligence, 2020 (” Benchmark Mineral Intelligence, 2020) II.2 Potensi Indonesia Menjadi Pemasok Bahan Baku Baterai EV Indonesia dapat memainkan peran penting dalam industri kendaraan listrik dengan ketersediaan bahan baku di dalam negeri, khususnya nikel dan kobalt sebagai bahan baku material katoda baterai NMC. Menurut laporan US Geological of Survey (USGS) Januari 2022, Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan cadangan dan produksi nikel terbesar di dunia. Pada Tabel 2.1 disajikan data produksi nikel dari tambang dan cadangan nikel berbagai negara di dunia tahun 2020 dan 2021, dimana produksi nikel dari tambang di Indonesia menempati peringkat pertama di dunia yaitu masing-masing 771.000 ton dan 1000.000 ton nikel ekivalen. Cadangan nikel di Indonesia pada Tahun 2021 dilaporkan sebesar 21 juta ton (Mineral Commodity Summaries, USGS, Januari 2022). Hingga saat ini, sebagian besar bijih nikel laterit yang diolah di dalam negeri adalah tipe bijih nikel laterit berkadar tinggi, yaitu bijih saprolit. Bijih saprolit ini sudah sejak lebih dari 40 tahun diolah menjadi produk berupa ferronikel dan nikel matte 12 dan sejak 2014 menjadi nickel pig iron (NPI) hingga baja tahan karat (stainless steel). Sementara itu, bijih nikel laterit berkadar rendah, yaitu tipe limonit belum banyak diolah dan ketersediaanya masih cukup melimpah jika dibandingkan dengan bijih saprolit. Meskipun kadar nikelnya lebih rendah, bijih limonit umumnya mempunyai kadar kobalt yang lebih tinggi dibandingkan bijih saprolit. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, nikel dan kobalt adalah logam-logam strategis yang dibutuhkan sebagai material penyusun baterainya, khususnya katodanya. Tabel II.1 Produksi dan cadangan nikel dunia (https://pubs.usgs.gov/periodicals/mcs2022/mcs2022-nickel.pdf) Negara Produksi nikel dari tambang (ton) Cadangan Nikel (ton) 2020 2021 Indonesia 771.000 1.000.000 21.000.000 Australia 169.000 160.000 21.000.000 Brazil 77.100 100.000 16.000.000 Russia 283.000 250.000 7.500.000 New Caledonia 200.000 190.000 NA* Philippines 334.000 370.000 4.800.000 China 120.000 120.000 2.800.000 Canada 167.000 130.000 2.000.000 United States 16.700 18.000 340.000 Other countries 373.000 410.000 20.000.000 Total 2.184.000 2.480.000 95.000.000 *NA = Not available Sejak kwartal pertama Tahun 2021, pabrik pengolahan bijih limonit dengan teknik high pressure acid leaching (HPAL) dan produk akhir MHP telah berproduksi secara komersial di Indonesia. Pabrik HPAL tersebut berlokasi di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, yang dioperasikan oleh PT. Halmahera Persada Lygend. Kapasitas produksi pabrik HPAL di Pulau Obi ini adalah sebesar 31.000 ton-nikel dalam bentuk MHP. Selain pabrik di Pulau Obi tersebut, pada awal Tahun 2022 ini, satu pabrik HPAL lainnya di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tenggara dengan kapasitas 50.000 ton-nikel per tahun dalam bentuk MHP juga mulai berproduksi secara komersial. Selain 2 pabrik tersebut, 13 masih terdapat 6 pabrik HPAL lainnya yang direncanakan beroperasi dalam rentang waktu 2022-2025 yang semuanya produk akhirnya berupa MHP. Perlu dicatat bahwa MHP ini masih perlu dimurnikan menjadi bahan baku katoda baterei EV (yaitu menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat), sebelum dapat digunakan sebagai bahan baku katoda baterai, khususnya baterai NMC. Perlu pengembangan fasilitas- fasilitas pemurnian MHP di dalam negeri sehingga ekosistem industri baterai EV dapat tumbuh di dalam negeri dengan adanya ketersediaan bahan bakunya. II.3 Proses Ekstraksi Nikel dan Kobalt menjadi Bahan Baku Baterai Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahan baku baterai berbasis nikel dan kobalt (yaitu baterai NMC) adalah garam-garam sulfat murni dari nikel dan kobalt, yaitu nikel sulfat (NiSO 4.6H2O) dan kobalt sulfat (CoSO4.7H2O).