1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Seng adalah logam non-ferrous terbanyak ke-tiga yang diproduksi di dunia. Di alam, mineral seng ditemukan dalam bentuk mineral sphalerite (ZnS) atau dikenal sebagai zinc blende. Seng diklasifikasikan sebagai chalcophile, yang berarti elemennya memiliki afinitas rendah terhadap oksigen dan lebih cenderung berikatan dengan sulfur membentuk mineral sulfida (Fernández dkk., 2013). Mineral sphalerite umumnya berasosiasi dengan besi sulfida dan timbal sulfida, dalam bentuk mineral pirit (FeS 2) dan galena (PbS) serta dalam jumlah yang lebih kecil dengan mineral tembaga dan perak. Flotasi adalah metode pemisahan yang paling banyak digunakan untuk proses konsentrasi bijih sulfida kompleks Pb-Cu- Zn. Tahapan proses flotasi bijih sulfida kompleks Pb-Cu-Zn umumnya diawali dengan flotasi ruah untuk mendapatkan apungan konsentrat Cu-Pb dengan mendepress Zn dan mineral besi (Wills & Napier-Munn, 2006). Produksi konsentrat sphalerite secara global di dunia melalui proses flotasi pada tahun 2012 telah mencapai 13 juta ton (Kursun & Ulusoy, 2015). Konsentrat sphalerite mengandung ± 47-56% seng, ± 25-30% sulfur, dan unsur-unsur pengotor yaitu besi, timbal, tembaga serta unsur lainnya dalam jumlah yang lebih kecil (Sinclair, 2005). Kegunaan logam seng yang paling penting adalah untuk memproteksi struktur besi/baja dari korosi (Habashi, 1997). Dalam lingkungan atmosfer dan lingkungan aqueous yang berada pada pH netral, seng bersifat pasif karena pada permukaannya terbentuk selaput pasif berupa seng oksida/hidroksida. Proteksi korosi struktur baja dengan seng dilakukan dengan galvanisasi celup panas (hot dip galvanizing), electroplating dan proteksi katodik dimana seng digunakan sebagai anoda korban (sacrificial anode). Baja yang dilapisi paduan seng dan alumunium (zinc-allum) dewasa ini banyak digunakan pada konstruksi rumah penduduk. Selain itu seng juga digunakan untuk membuat paduan Cu-Zn (kuningan) dan dan paduan Cu-Zn-Sn (perunggu). 2 Metode konvensional untuk produksi seng di dunia dari konsentrat sphalerite pada umumnya dilakukan dengan rute Roasting−Leaching−Electrowinning (RLE) yang berkontribusi sekitar 85% produksi seng di dunia (de Souza dkk., 2007; Guler, 2016). Adapun tantangan besar dalam penerapan proses RLE ini adalah permasalahan gas SO 2 selama proses roasting berlangsung. Gas SO 2 merupakan salah satu gas polutan sehingga membutuhkan penanganan yang ketat agar tidak mencemari lingkungan, dimana untuk keperluan ini gas SO 2 umumnya dikonversi menjadi asam sulfat dengan membangun fasilitas scrubber dan acid plant. Tambahan fasilitas ini akan menaikkan biaya investasi pabrik (Sahu dkk., 2006). Alternatif untuk menghindari emisi gas SO 2 pada proses ekstraksi seng dan konsentrat sphalerite adalah pelindian secara langsung (direct leaching), dimana konsentrat sphalerite secara langsung dilakukan pelindian tanpa melalui proses roasting. Selain yang berkaitan dengan emisi gas SO 2, kelemahan utama proses RLE yang lain adalah proses ini tidak efektif untuk konsentrat sphalerite dengan kandungan besi yang relatif tinggi. Hal ini terjadi karena setelah proses roasting, sebagian besi membentuk seng ferit (ZnO.Fe 2O3). Kompleks oksida seng-besi ini hanya dapat dilindi dalam larutan asam yang panas dan pekat (Filippou, 2004). Dalam perkembangannya, proses pelindian secara langsung meliputi 2 teknologi yaitu pressure leaching dan atmospheric leaching (Haakana dkk., 2008). Pressure leaching untuk konsentrat sphalerite dikembangkan pada tahun 1980-an, dimana konsentrat sphalerite secara langsung dilindi dan sulfur pada mineral sulfida dioksidasi menjadi sulfur elemental sehingga emisi gas SO 2 dapat dihindari (Xu dkk., 2013). Meskipun penerapan proses pressure leaching memberikan solusi yang membuat industri seng lebih kompetitif, namun diperlukan tambahan biaya yang relatif tinggi untuk fasilitas autoclave sehingga penerapannya terbatas (Owusu dkk., 1995). Selanjutnya, proses atmospheric direct leaching dikembangkan pada tahun 1990- an untuk alternatif proses ekstraksi konsentrat sphalerite (Xu dkk., 2013), dimana proses atmospheric leaching dioperasikan pada kondisi yang kaya oksigen yang berperan sebagai oksidator dalam proses pelindian pada tekanan atmosfer. 3 Salahsatu aspek penting di dalam proses atmospheric leaching untuk pelindian konsentrat sphalerite adalah pemilihan oksidator yang efektif, murah dan dapat menghasilkan persen ekstraksi yang tinggi dengan kinetika reaksi pelindian yang cepat. Oksidator ini berfungsi untuk mengoksidasi sulfur yang berikatan dengan seng menjadi sulfur elemental atau sulfat sehingga seng dapat dilarutkan. Ozon merupakan salah satu jenis oksidator yang akhir-akhir ini menarik banyak peneliti di dunia untuk proses ekstraksi dari bijih maupun konsentrat mineral sulfida. Ozon merupakan oksidator yang murah dan pada umumnya ozon dapat digenerasi langsung dari udara dengan menggunakan generator ozon. Selain itu, ozon merupakan oksidator kuat dibandingkan dengan beberapa oksidator lainnya seperti gas oksigen, gas klorin ataupun dengan hidrogen peroksida. Hal ini dapat dilihat dari harga potensial reduksi ozon yang lebih tinggi dari beberapa oksidator umumnya (Carrillo dkk., 2013). Ozon mempunyai harga potensial reduksi standard 2,07 V, lebih tinggi dari oksigen dan hidrogen peroksida yang memiliki harga potensial reduksi masing-masing 1,23 V dan 1,77 V. Pada proses generasi ozon, tidak diperlukan penambahan reaktan atau bahan lain dari udara atau dari oksigen murni. Ozon merupakan molekul triatomic (O 3), yang tersusun oleh tiga molekul oksigen dan bersifat lebih tidak stabil bila dibandingkan dengan oksigen. Oleh sebab itu, perubahan dari oksigen menjadi ozon memerlukan pemecahan dari molekul O 2 yang stabil menjadi O3. Proses pelindian konsentrat sphalerite dengan proses atmospheric direct leaching dianggap lebih mudah dikontrol dibandingkan dengan proses RLE maupun proses pressure leaching. Selain itu biaya investasi, konsumsi energi, biaya perawatan dan material konstruksi yang diperlukan lebih murah dibandingkan dengan pressure leaching. Oleh sebab itu, banyak penelitian dan pengembangan dari proses atmospheric direct leaching untuk mendapatkan persen ekstraksi seng yang tinggi. Dalam aplikasinya, salahsatu kunci keberhasilan dalam penerapan proses atmospheric direct leaching adalah pemilihan oksidator yang efektif, murah dan dapat menghasilkan persen ekstraksi yang tinggi dengan kinetika reaksi pelindian yang cepat. Penggunaan beberapa oksidator dalam proses direct atmospheric 4 leaching seng dari konsentrat sphalerite seperti oksigen, hidrogen peroksida, dan ion ferri sudah banyak dilakukan penelitian oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Niederkorn, 1985; Adebaho dkk., 2006; Haakana dkk, 2008; Xu dkk., 2013; Lampinen dkk., 2015). Penelitian pelindian seng dari konsentrat sphalerite dengan bantuan ozon sebagai oksidator masih belum banyak dilakukan. Hasil penelitan penggunaan ozon sebagai oksidator dalam pelindian mineral beberapa sulfida dilaporkan oleh Havlik dkk., 1999. Dalam penelitiannya dipelajari efek penggunaan ozon dalam proses pelindian kalkopirit dalam larutan asam sulfat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ozon memberikan persen ekstraksi tembaga yang tinggi pada temperatur yang rendah. Selanjutnya, penelitian tentang pelindian seng dari konsentrat sphalerite dalam larutan asam klorida telah dilakukan oleh Pedroza dkk., 2007. Dalam penelitiannya dilakukan perbandingan penggunaan oksidator berupa ion ferri, oksigen dan ozon dengan sebelumnya dilakukan microwave pre-treatment dan tanpa pre-treatment. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pelindian konsentrat sphalerite lebih baik dengan penggunaan ozon sebagai oksidator yang diawali dengan microwave pre-treatment. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Hu dkk., 2009 tentang metode agitation leaching menggunakan ozon untuk konsentrat sphalerite pada tekanan normal. Dalam penelitiannya, konsentrat sphalerite secara langsung dilindi dalam larutan asam sulfat yang berasal dari spent electrolyte dengan menggunakan ozon pada tekanan normal. Hasil penelitian menunjukan bahwa seng dapat di ekstraksi dengan persen ekstraksi seng ≥ 80%, dimana dalam penelitiannya digunakan beberapa konsentrat seng dengan kandungan yang berbeda yaitu 8 ~ 20% besi, seng 38 ~ 55%, dan kandungan sulfur 28 ~ 35%.