Hasil Ringkasan
19 Bab II Kajian Teoretis Aksesibilitas, Motivasi dan Tipologi Wisatawan di Kawasan Konservasi Bab II disertasi ini berisi kajian pustaka yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan hubungan teoretis antara kemudahan akses dengan terbentuknya tipologi wisatawan rentang abai-bijak di kawasan konservasi. Proses kajian pustaka dilakukan dengan menelusuri ontologi dan epistimologi aksesibilitas dalam berbagai pendekatan keilmuan, hingga diperoleh model aksesibilitas wisata di kawasan konservasi. Selanjutnya eksplorasi terhadap teori psiko-sosial, khususnya yang berkaitan dengan faktor motivasi dan preferensi wisatawan, sehingga diperoleh pengembangan model kausalitas yang dapat menjelaskan hubungan teoretis yang valid antara aksesibilitas dalam pendekatan geografis dengan perilaku wisatawan di kawasan konservasi. Pada tahap ini, penelusuran pustaka difokuskan pada dampak kemudahan akses terhadap menguatnya motivasi kebanggaan diri dan preferensi hedonistik wisatawan di kawasan konservasi, sehingga diperoleh logika konseptual dalam membangun tipologi wisatawan di kawasan konservasi. Proses kajian literatur diakhiri dengan eksplorasi model tipologi wisatawan alam, dan manfaat kajian tipologi bagi pengembangan theory in planning. II.1 Aksesibilitas: Ontologi dan Epistimologi Dalam pendekatan geografis, aksesibilitas merupakan kemudahan menjangkau lokasi secara fisik, khususnya dari aspek transportasi, sehingga menjadi kebijakan dasar dalam pembangunan (Cascetta, 2009). Menurut The Dictionary of Human Geography (Gregory et al., 2009), definisi standar dari aksesibilitas adalah kemudahan dimana seseorang dapat menjangkau aktivitasnya (bekerja, berbelanja, kesehatan dan rekreasi). Burns & Golob (1976) merupakan salah satu pencetus teori aksesibilitas dan pengaruhnya terhadap perilaku memilih (choice behavior), dimana aksesibilitas dijelaskan sebagai tingkat pelayanan sistem transportasi menuju berbagai lokasi. Hansen (1959) menyatakan bahwa aksesibilitas bisa juga dikatakan sebagai potensi untuk terjadinya interaksi dan pertukaran. Aksesibilitas dapat dilihat dari konteks potensial (peluang untuk bisa dijangkau) atau dalam konteks aktivitas (peluang yang sudah dijangkau). Akses merupakan tujuan (goal) dari aktivitas transportasi. Wang, Brown & Liu, (2015) menjelaskan aksesibilitas 20 sebagai kemudahan menjangkau suatu tempat, menghasilkan ukuran yang mampu mengevaluasi kesempatan relatif untuk bisa kontak atau menggunakannya. Dalam mendefinisikan aksesibilitas, seringkali istilah aksesibilitas, mobilitas dan transportasi dianggap memiliki arti yang sama. Duranton & Guerra (2016) membedakan ketiganya, bahwa transportasi dapat dibedakan dari berbagai perspektif. Traffic berkaitan dengan komponen perjalanan seperti kecepatan, level jalan, dan fasilitas parkir. Mobility berkaitan dengan aspek fisik perjalanan, sementara aksesibilitas berkaitan dengan waktu, biaya perjalanan, keterhubungan dan lainnya. Aksesibilitas merupakan pandangan yang lebih luas dan mampu mengatasi berbagai permasalahan transportasi (Gambar II.1). Aksesibilitas menggambarkan interaksi faktor fisik dan non fisik yang memudahkan pencapaian menuju destinasi tujuan, serta terlaksananya aktivitas yang diharapkan. Akses memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, sehingga pengukuran akses digunakan untuk membandingkan tingkat keterjangkauan dari berbagai level sosial masyarakat, perbedaan lokasi tempat tinggal dan lainnya. Sebagian besar, ukuran aksesibilitas terkait dengan jumlah peluang atau lokasi yang bisa dijangkau pada jangka waktu (travel time) tertentu atau jarak tertentu dari origin (Handy & Niemier, 1997).