9 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Konsep Travel Demand Management (TDM) Permasalahan transportasi klasik seperti kemacetan pada dasarnya disebabkan laju pertumbuhan kebutuhan akan transportasi melebihi laju pertumbuhan prasarana transportasi sehingga terjadi ketidakseimbangan (Tamin, 2000). Realitas ini sangat berbeda dari situasi ideal yang diharapkan yaitu selalu terjadinya keseimbangan antara supply dan demand seperti pada gambar di bawah. Gambar II.1 Situasi transportasi perkotaan pada masa sekarang (Ohta (1998) dalam Tamin, 2000) Upaya untuk mencapai situasi ideal yang dilakukan dengan pendekatan ‘predict and provide’ diakui tidak efektif. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan kebutuhan transportasi justru disebabkan dari adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari prasarana transportasi itu sendiri, sehingga pada akhirnya selalu terjadi situasi demand melebihi supply. Pendekatan tradisional ‘predict and provide’ bergeser kepada pendekatan yang lebih modern yaitu ‘predict and manage’. Pendekatan modern ini berprinsip bahwa prediksi jumlah pergerakan pada masa mendatang (predict the demand), tidak lagi diantisipasi dengan penambahan prasarana transportasi (providing the supply). Namun sebaliknya, pergerakan pada masa mendatang tersebut justru dikelola sedemikian rupa (managing the demand) sehingga demand tidak melebihi supply. 10 Pada pendekatan modern ini, pelaksanaan kebijakan peningkatan prasarana transportasi (supply) maupun pengelolaan kebutuhan transportasi (demand) dilakukan dengan mempertimbangkan batasan seperti kondisi sosial, lingkungan dan operasional. Peningkatan supply secara terus menerus akan menimbulkan efek eksternalitas seperti misalnya pembangunan fasilitas baru atau perluasan fasilitas yang sudah ada memunculkan seperti polusi suara dan polusi udara. Batasan seperti ini yang diakomodir dalam menyusun kebijakan TDM secara selektif terutama dari sisi peningkatan supply. Ilustrasi pendekatan seperti ini dapat di lihat pada gambar di bawah. Gambar II.2 Pergeseran sudut pandang kebijakan transportasi perkotaan (Ohta (1998) dalam Tamin, 2000) Pengelolaan kebutuhan transportasi ini disebut dengan Manajemen Kebutuhan akan Transportasi (MKT) (Tamin, 2000), atau dalam istilah global disebut dengan Travel Demand Management (TDM) (Saleh and Sammer, 2009). Kemacetan yang terjadi di daerah perkotaan timbul akibat adanya pergerakan yang dilakukan pada lokasi yang sama sekaligus pada saat yang bersamaan pula. Pembatasan kebutuhan akan transportasi ini lebih ke arah pengelolaan pergerakan tersebut agar jangan terjadi pada saat yang bersamaan dan/atau terjadi pada lokasi atau tempat yang bersamaan sehingga diharapkan pembatasan ini tidak menghambat proses pertumbuhan ekonomi. Implementasi kebijakan TDM dapat mengacu kepada proses pergerakan yaitu: 11 1. Proses pergerakan dapat terjadi pada lokasi yang sama, namun pada waktu yang berbeda (pergeseran waktu); 2. Proses pergerakan dapat terjadi pada waktu yang sama, namun pada rute atau lokasi yang berbeda (pergeseran rute atau lokasi); 3. Proses pergerakan dapat terjadi pada waktu dan lokasi yang sama, namun dengan menggunakan moda transportasi yang berbeda (pergeseran moda); dan 4. Proses pergerakan dapat terjadi pada lokasi, waktu dan moda yang sama, namun dengan tujuan yang berbeda (pergeseran lokasi tujuan). Definisi TDM menurut (Ohta (1998) dalam Tamin, 2000) adalah suatu cara yang dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku pergerakan sehingga terjadi pengurangan pergerakan atau pendistribusian kebutuhan pergerakan tersebut dalam ruang dan waktu. Sedangkan menurut Button dkk. (2001), TDM merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan berbagai tindakan yang bertujuan untuk mengurangi atau memodifikasi kebutuhan akan fasilitas dan layanan transportasi. Dalam referensi lainnya disebutkan bahwa TDM merupakan rangkaian kebijakan yang bertujuan mempengaruhi perilaku perjalanan individu dengan cara mengurangi/membatasi penggunaan dan kepemilikan kendaraan pribadi, serta penyediaan alternatif perjalanan (Saleh and Sammer, 2009). Meskipun titik berat TDM kepada demand, namun kebijakan TDM juga dapat menyentuh sisi supply dalam hal meningkatkan pergeseran moda, misalnya meningkatkan kapasitas kereta dalam kota atau kapasitas transportasi publik (Button et al., 2001). Bicara mengenai kebijakan TDM yang berkaitan dengan sisi supply, maka park-and-ride Termasuk dalam salah satu kategori TDM menurut Button dkk. (2001), yaitu pengelolaan kebutuhan transportasi (demand) dari sisi prasarana transportasi (supply) melalui peningkatan layanan transportasi publik sebagai moda alternatif dari kendaraan pribadi, dengan cara memarkirkan kendaraan pribadi dan beralih moda ke layanan transportasi publik. Skema park-and-ride menjadi salah satu komponen penting dalam TDM dan dapat didukung dengan kebijakan TDM lainnya seperti pengurangan ketersediaan ruang parkir dan pengaturan tarif parkir di pusat kota (Turnbull et al., 1995). 12 II.2 Konsep Park-and-Ride Seorang pelaku perjalanan dalam melakukan perjalanan dari asal ke tujuan pada prinsipnya memiliki tiga alternatif seperti yang dikemukakan oleh Bos (2004), di mana pilihan perjalanan ini ditentukan oleh kualitas dari masing-masing alternatif serta preferensi dari pelaku perjalanan itu sendiri. Gambar II.3 Pilihan dalam melakukan suatu perjalanan (Bos, 2004) Alternatif pertama adalah melakukan perjalanan penuh dari asal ke tujuan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Kemudian alternatif kedua adalah melakukan perjalanan dari asal ke tujuan dengan menggunakan kombinasi antara moda kendaraan pribadi dengan layanan transportasi publik, sehingga terjadi suatu peralihan moda. Adapun alternatif ketiga adalah sepenuhnya melakukan perjalanan dari asal ke tujuan dengan menggunakan layanan transportasi publik. Dalam setiap alternatif perjalanan yang diambil akan ada moda utama sebagai line-haul service. Pada alternatif pertama, moda utama yang digunakan adalah kendaraan pribadi, sedangkan pada alternatif ketiga, moda utama yang digunakan adalah transportasi publik. Bila terjadi peralihan moda seperti pada alternatif kedua, maka akan ada moda peralihan sebagai access/egress service, serta adanya simpul transportasi menjadi titik peralihan antara kedua moda tersebut. Kedua moda baik kendaraan pribadi dan transportasi publik dapat berperan sebagai moda utama ataupun sebagai moda peralihan, bergantung pada preferensi pelaku perjalanan dan besar porsi perjalanan. Pelaku perjalanan bisa saja menyenangi transportasi publik sebagai moda utama sehingga peralihan moda dilakukan sedekat mungkin dari titik asal, ataupun menyenangi kendaraan pribadi sebagai moda utama sehingga peralihan moda dilakukan saat mendekati perbatasan kota (Graham Parkhurst and Meek, 2014). 13 Park-and-ride sebagai simpul transportasi selain sebagai titik transit juga memiliki fungsi dalam peralihan moda dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Kendaraan pribadi lebih suka digunakan pada awal perjalanan (kawasan pemukiman), hal ini dikarenakan pada kawasan pemukiman umumnya tidak dijangkau oleh layanan transportasi publik. Adapun transportasi publik digunakan pada bagian akhir perjalanan menuju pusat kota sangat disarankan dalam mengatasi kemacetan dan kesulitan parkir bila menggunakan kendaraan pribadi. Park-and- ride dapat menjadi alternatif dalam menggabungkan kelebihan dari kedua moda yaitu kendaraan pribadi dan transportasi publik dalam memenuhi kebutuhan pelaku perjalanan menuju pusat kota. Dalam studi yang digagas oleh Karamychev dan Van Reeven (2011), park-and-ride memungkinkan pelaku perjalanan untuk menghindari penggunaan kendaraan pribadi ke kota dan menghemat biaya perjalanan akibat dari kemacetan dan parkir, alasan ini yang menyebabkan park- and-ride menarik bagi pelaku perjalanan dengan preferensi mobil pribadi. Kemudian park-and-ride memungkinkan pelaku perjalanan untuk menghindari penggunaan layanan transportasi publik lokal yang lambat dan berfrekuensi rendah di lokasi tempat tinggal mereka, dan menggunakan park-and-ride untuk mengakses langsung jalur utama dari layanan transportasi publik. Beberapa referensi memberikan definisi tentang park-and-ride yaitu sebagai suatu fasilitas yang dapat mengakomodir peralihan antar moda dari single occupancy vehicle (SOV) ke high occupancy vehicle (HOV) (Noel, 1988; Spillar, 1997; Turnbull et al., 1995). Menurut Ying dan Xiang (2009), park-and-ride dimaksudkan kepada layanan penyediaan parkir berkapasitas besar, bertarif murah, serta berlokasi pada perbatasan pusat kota. Peralihan moda antara kendaraan pribadi dengan transportasi publik ini terjadi dalam melakukan satu perjalanan penuh dari asal ke tujuan (Meek et al., 2008). Bentuk layanan park-and-ride juga dapat dimodifikasi menjadi bentuk layanan baru seperti bike-and-ride, dengan cara mengintegrasikan moda tidak bermotor seperti sepeda ke dalam layanan park-and- ride, sehingga park-and-ride menyediakan lahan parkir untuk mobil sekaligus menyediakan tempat penyimpanan sepeda (Ginn, 2009; Meek et al., 2008), atau mengubah konsep asli park-and-ride menjadi link-and-ride concept (Graham 14 Parkhurst, 2000), demand-led concept, integrated concept, hub-and-spoke concept, dan remote site concept, di mana dalam konsep ini tidak terjadi peralihan moda antara kendaraan pribadi dengan transportasi publik melainkan perjalanan dari asal ke tujuan sepenuhnya dilayani oleh moda bis (Meek et al., 2011). Tujuan utama Park-and-ride adalah untuk mendorong peralihan moda ke transportasi publik (Lam et al., 2001; Noel, 1988; Seik, 1997; Ying and Xiang, 2009), mendukung jaringan transportasi publik yang tersedia, mengurangi kemacetan dan menyediakan layanan ridesharing (Meek et al., 2008) serta untuk memperluas cakupan layanan transportasi publik dan menarik pengendara mobil kepada moda transportasi yang berkelanjutan (Noel, 1998 dalam Hamer, 2009). Pada suatu wilayah kota yang memiliki urban sprawl, khususnya pada area perbatasan, penyediaan park-and-ride bermanfaat untuk menjaga dan meningkatkan pelanggan pengguna layanan transportasi publik (Ginn, 2009). Bagi operator layanan transportasi publik, kebijakan park-and-ride sebagai ridership generator lebih disenangi bila dibandingkan dengan Transit-Oriented Development (Duncan, 2019). Keberhasilan penyediaan lahan parkir berkapasitas besar dengan tarif murah dalam menarik orang untuk menggunakan transportasi publik lebih mudah dilihat daripada TOD yang butuh waktu tahunan untuk dapat terlihat dampaknya (Cervero dkk., dalam Duncan, 2019).