5 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Baja Tahan Karat Feritik Baja tahan karat feritik merupakan salah satu jenis baja tahan karat yang memiliki fasa dominan α-ferit dengan struktur kristal BCC (Body Centered Cubic). Penambahan unsur pemadu kromium kedalam baja dapat meningkatkan kestabilan fasa α-ferit. Kadar kromium minimum yang dibutuhkan untuk terbentuknya baja dengan struktur mikro ferit secara total berbeda beda tergantung kadar karbon ekuivalen (C+N) di dalam baja seperti yang dijelaskan pada Gambar II.1. Gambar II.1 Diagram fasa Fe-Cr-C pada temperatur 870 °C [16] Baja tahan karat jenis ini memiliki sifat feromagnetik yang mampu bertahan hingga mencapai temperatur 650-750 °C. Baja tahan karat feritik memiliki ketahanan terhadap oksidasi siklik dan lelah termal yang lebih baik dibandingkan dengan baja tahan karat austenitik meskipun sifat mekaniknya lebih rendah [17][18] . A = Austenit F = Ferit 6 Baja tahan karat feritik diklasifikasikan ke dalam beberapa grup berdasarkan komposisi pemadunya. Setidaknya ada 3 klasifikasi dari baja tahan karat feritik, yaitu baja tahan karat dengan kadar kromium rendah (12-14 %Cr), sedang (14-18 %Cr), dan tinggi (diatas 18 %Cr) [19] . Baja dengan kadar kromium rendah umumnya digunakan untuk aplikasi pada lingkungan dengan tingkat korosi yang rendah. Kenaikan kadar kromium pada baja dapat meningkatkan ketahanan korosinya. Baja dengan kadar kromium sedang merupakan baja tahan karat paling dominan digunakan. Adapun pada kondisi lingkungan dengan tingkat korosi yang tinggi, baja dengan kadar kromium tinggi menjadi pilihan yang optimum. II.2 Oxide Dispersion Strengthened Alloy Paduan ODS merupakan paduan yang memanfaatkan partikel oksida sebagai dispersan. Pengembangan paduan ini dimulai pada tahun 1957 dimana paduan aluminium dibentuk dari aluminium serbuk menggunakan proses ekstrusi dan dengan penambahan partikel oksida alumina [20] . Paduan ini memanfaatkan penyebaran oksida dispersan untuk menahan pergerakan dislokasi sehingga meningkatkan ketahanan mulur paduan pada temperatur tinggi. II.3 Baja Tahan Karat Feritik ODS II.3.1 Sistem Fe-Cr Pada dasarnya, tidak terdapat baja ODS dengan paduan yang terdiri dari Fe dan Cr saja. Selalu ditambahkan unsur mikro seperti C, Ti, W dalam jumlah minor. Pada baja sistem Fe-Cr, penambahan kadar Cr mampu meningkatkan ketahanan korosi temperatur tinggi. Secara umum, baja ODS dibagi menjadi 2 jenis, yaitu austenitik, dan feritik. Baja ODS austenitik maupun feritik terbentuk pada kadar Cr yang bergantung kepada kadar C ekuivalen seperti pada Gambar II.1. Perbedaan pembentukan fasa ini mempengaruhi ketahanan korosi maupun sifat mekanik lainnya. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan Cho dkk. (2006) [21] , baja ODS 19Cr memiliki ketahanan stress corrosion cracking (SCC) yang baik, namun kadar Cr yang melampaui 16% meningkatkan kecenderungan terjadinya penggetasan termal. Di 7 sisi lain, kadar Cr dibawah 13% mampu menurunkan ketahanan korosi temperatur tinggi secara signifikan [9] . Hal ini dikarenakan terjadinya pembentukan fasa austenit yang memiliki ketahanan korosi-oksidasi yag lebih rendah dibanding fasa ferit. Pint & Wright (2005) [22] pada penelitiannya mengenai baja ODS menjelaskan bahwa pada temperatur 800 dan 900 °C, pembentukan oksida Fe 3O4 pada permukaan (lapisan luar) paduan ODS sistem Fe-Cr menjadi penyebab dominan terjadinya peningkatan massa paduan secara cepat. Laju oksidasi akan berkurang secara signifikan membentuk fungsi parabolik setelah terjadi difusi ion Cr dari lapis difusi (antara logam dengan lapisan dalam oksida) menuju lapisan luar oksida membentuk Cr 2O3. Namun penggunaan baja ODS sistem Fe-Cr pada kondisi oksidasi temperatur tinggi dalam jangka waktu pemaparan yang lama bukan pilihan yang baik. Hal ini karena meskipun dengan kadar Cr yang tinggi, ion Fe akan tetap terlarut dan berdifusi melalui lapisan oksida Cr 2O3 membentuk oksida Fe 3O4 pada lapisan luar oksida [23] . II.3.2 Sistem Fe-Cr-Al Penelitian ketahanan oksidasi (kontinu dan siklik) temperatur tinggi pada baja ODS pada umumnya berfokus kepada baja sistem Fe-Cr-Al. Hal ini karena Al memiliki peranan penting dalam mengurangi laju oksidasi temperatur tinggi dengan pembenukan lapisan protektif kontinu Al 2O3. Pada material tempa sistem Fe-Cr-Al, setidaknya dibutuhkan 4% Al agar lapisan oksida Al 2O3 dapat terbentuk secara kontinu [24] . Namun pada material ODS, banyaknya dislokasi dan batas butir dapat mempercepat terjadinya proses difusi Al menuju permukaan paduan sehingga lapisan protektif kontinu Al 2O3 dapat terbentuk [23][25] . Lapisan Al 2O3 yang terkelupas akibat oksidasi siklik akan tergantikan seketika oleh cadangan Al yang tersedia (pembentukan kembali Al 2O3). Pembentukan oksida Fe secara cepat akibat habisnya cadangan Al dapat menyebabkan terjadinya kegagalan paduan. Peristiwa ini disebut juga sebagai ‘breakaway’. Namun kondisi ini hanya terjadi apabila paduan memiliki ketebalan yang tinggi. Untuk paduan yang tipis, cadangan Al tidak banyak sehingga ketebalan lapisan protektif Al 2O3 tidak mencapai batas minimum untuk terjadinya pelepasan. Dengan begitu, habisnya cadangan Al untuk pembentukan Al 2O3 tidak akan 8 menyebabkan terjadinya peningkatan laju oksidasi secara signifikan. Kondisi yang terjadi adalah difusi oksigen melalui lapisan luar oksida untuk bereaksi dengan Cr membentuk Cr 2O3 [26][27]. Pelepasan lapisan protektif Al 2O3 dari permukaan paduan tidak hanya dipengaruhi oleh daya lekat oksida dengan logam saja. Pelepasan lapisan protektif ini juga dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan lapisan Al 2O3, ketahanan mulur paduan (dipengaruhi oleh jenis dan kadar elemen reaktif yang ditambahkan), serta faktor geometri dari paduan dimana untuk ketebalan lapisan oksida protektif yang sama, paduan dengan ketebalan yang rendah memiliki ketahanan terhadap pelepasan lapisan oksida yang lebih tinggi dibandingkan dengan paduan dengan ketebalan yang tinggi [27] . II.3.3 Unsur Reaktif, Oksida Dispersan, dan Unsur Pemadu Lainnya Unsur reaktif merupakan bagian yang paling penting dalam paduan ODS. Whittle dan Stringer (1980) [28] menambahkan bahwa setiap unsur yang memiliki afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi dibandingkan afinitas unsur pembentuk lapisan oksida dapat disebut ‘unsur reaktif’. Penambahan unsur reaktif dapat meningkatkan daya lekat lapisan oksida dengan logam utama, meningkatkan ketahanan oksidasi, dan mengubah mekanisme pembentukan oksida menjadi pembentukan dengan dominasi difusi oksigen ke dalam [25][29] . Namun penambahan unsur reaktif dalam bentuk murni sulit untuk dikendalikan karena pada temperatur tinggi, unsur reaktif murni mudah mengalami oksidasi di dalam paduan dan menginti dengan oksida protektif membentuk tonjolan [28] . Oleh karena itu, terkadang penambahan unsur reaktif dilakukan dalam bentuk oksida dispersan. Oksida dispersan juga dapat meningkatkan ketahanan mulur dari paduan, serta stabil dari pengkasaran dan pelarutan [29] . Unsur Y, Zr, Hf, La, Ce dan bentuk oksidanya (Y 2O3, ZrO2, HfO2, La2O3, dan CeO 2) merupakan beberapa unsur reaktif yang digunakan dalam paduan ODS. Y 2O3 merupakan oksida dispersan yang umum digunakan pada baja ODS. Sedangkan Zr biasa ditambahkan sebagai unsur reaktif kedua.