8 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Genesa Batubara Batubara secara makroskopis merupakan batuan sedimen organik yang terbentuk dari akumulasi hancuran tumbuhan yang pada umumnya terendapkan pada lingkungan darat. Proses pengendapan dipengaruhi oleh proses synsedimentary dan postsedimentary, sehingga menghasilkan batubara dengan berbagai tingkat kematangan dalam proses pembatubaraan batubara (Thomas, 2005). Berdasarkan proses pembentukannya, terdapat dua tahapan penting yaitu terbentuknya gambut yang dipengaruhi oleh bakteri dan perubahan kimia, dan terbentuknya batubara yang dipengaruhi oleh perubahan kimia dan fisika (Stach dkk., 1982; Tissot dan Welte, 1984; Taylor dkk., 1998). Secara mikroskopis batubara merupakan batuan sedimen dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami proses penggambutan dan pembatubaraan yang karakternya dapat dipelajari dari maseral dan mikrolitotipe (Teichmuller, 1986; 1989). II.2 Proses Pembatubaraan Pembatubaraan mencakup proses diagenesa pada material organik yang mengalami dua tipe perubahan, yaitu produk bergerak (berupa gas dan cairan) dan kondensasi yang terjadi pada produk residu karena adanya proses aromatisasi (Taylor dkk., 1998). Pembatubaraan merupakan perubahan tahap yang telah dilewati dari kondisi gambut menjadi batubara, sedangkan bitumenisasi merupakan terbentuknya minyak selama pembatubaraan. Sementara itu, pematangan merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan perkembangan proses diagenesa dari material organik yang dapat membentuk gas dan minyak, baik dari minyak serpih, batuan induk, ataupun dari batuan sedimen yang berasosiasi. Pembatubaraan juga dicirikan dengan kondisi anaerob, anoksik, dan saprofication. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pembatubaraan adalah efek dari temperatur, waktu, dan tekanan (Taylor dkk., 1998). 9 Pembatubaraan terjadi setelah fase penggambutan terlewati, sedangkan tahapan pembatubaraan adalah urutan dari terbentuknya lignit-subbituminus- bituminus-antrasit-meta antrasit. Istilah peringkat (rank) menunjukkan tahapan pembatubaraan yang telah dicapai. Lingkungan pengendapan sangat berperan dalam pembentukan batubara sehingga menghasilkan batubara yang memiliki karakter yang berbeda. Setiap tingkat pembatubaraan yang telah dicapai akan mempunyai ciri kimia, fisika, dan petrografi yang berbeda. Reaksi kimia yang terjadi meliputi kondensasi, polimerisasi, aromatisasi dan berkurangnya unsur oksigen, sulfur, nitrogen, namun unsur karbon semakin meningkat (Stach dkk., 1982; Taylor dkk., 1984). Sifat fisiknya juga mengalami perubahan, terutama porositas, densitas, dan tingkat kekerasan. Kenampakan di bawah mikroskop menunjukkan bahwa sifat tembus cahaya atau translusen dari maseral akan menurun, tergantung pada indeks bias dan indeks serapnya. Tissot dan Welte (1984) menggunakan istilah pada material organik berupa kerogen dan bitumen, baik dalam kondisi belum matang atau sudah matang. Kerogen adalah produk polimer padat dari material organik yang mempunyai berat molekul yang tinggi, sehingga tidak mudah larut di dalam pelarut organik. Bitumen merupakan bagian dari material organik yang dapat larut di dalam pelarut organik. Selama berlangsungnya pematangan telah terjadi perubahan komposisi kimia maupun kenampakan mikroskopis pada kerogen ataupun bitumen. Terdapat tiga kondisi pematangan yaitu diagenesa, katagenesa, dan metagenesa (Tissot dan Welte, 1984). Diagenesa merupakan kondisi belum matang dengan nilai tingkat kematangan R v=