Hasil Ringkasan
85 V. Bab 5 Model Kolaboratif dalam Kajian Risiko Bencana Gempa bumi di Tingkat Masyarakat Dalam bab ini akan dibahas bagaimana proses kolaboratif dilaksanakan dalam kajian risiko bencana gempa bumi berdasarkan persepsi dan pemahaman masyarakat mengenai faktor-faktor kajian risiko bencana gempa bumi yang telah dibahas di bab sebelumnya. Bab ini juga akan menjawab pertanyaan penelitian utama, bagaimana bentuk model kolaboratif dalam kajian risiko bencana gempa bumi di tingkat masyarakat. Dalam kajian risiko bencana, konsensus menjadi sangat penting untuk menerima tingkat risiko terhadap bencana di suatu wilayah, terutama di wilayah yang memiliki potensi bencana yang cukup tinggi namun tingkat kesadaran masyarakat yang rendah. Oleh karena itu, pendekatan kolaboratif ini tepat dilakukan untuk melakukan kajian risiko bencana gempa bumi di tingkat masyarakat. Tujuan dari pendekatan kolaboratif dalam kajian risiko bencana ini adalah agar masyarakat dan peneliti atau pemerintah memperoleh konsensus dalam menerima tingkat risiko bencana di suatu wilayah. Hal ini sangat penting dalam perencanaan, karena ketika masyarakat dapat menerima tingkat risiko bencana di wilayahnya, maka akan muncul kepedulian untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencananya. Yang menjadi permasalahan adalah prasyarat yang mungkin tidak terpenuhi ada dalam perencanaan kolaboratif. Berdasarkan temuan yang telah dibahas di bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidaksetaraan pengetahuan antara peneliti/akademisi, pemerintah dan masyarakat. Perumusan model kolaboratif dalam kajian risiko bencana di tingkat masyarakat terdiri dari proses kolaboratif dengan mempertimbangkan faktor-faktor pembentuk risiko serta pelaku yang dapat dilibatkan dalam proses kajian risiko bencana di tingkat masyarakat berdasarkan persepsi responden di kedua wilayah studi. V.1 Pemahaman Masyarakat terhadap Faktor Kajian Risiko Bencana Gempa bumi Terdapat tiga jenis pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh para pemangku kepentingan, pertama, pengetahuan mengenai bahaya yang mengancam wilayah 86 tersebut, kedua, pengetahuan terhadap faktor-faktor kerentanan yang dapat meningkatkan risiko bencana, dan ketiga, pengetahuan terhadap faktor-faktor pembentuk kapasitas, yaitu pengetahuan terhadap kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi. Preposisi awal dalam penelitian ini terkait pemangku kepentingan dalam melaksanakan kajian risiko bencana gempa bumi di tingkat masyarakat adalah pemerintah, akademisi/peneliti dan masyarakat umum (laypeople). Para pemangku kepentingan ini diasumsikan memiliki kesetaraan pengetahuan dalam penyusunan kajian risiko bencana gempa bumi di wilayah yang berpotensi tinggi terhadap bencana gempa bumi, namun masyarakat belum pernah mengalaminya dalam kurun waktu tertentu (dalam penelitian ini ditentukan 100 tahun). Akademisi/peneliti memiliki pengetahuan terkait bahaya, namun masyarakat memiliki pengetahuan tentang kerentanan dan kapasitas yang mereka miliki. Kedua pengetahuan ini yang akan dikolaborasikan untuk mencapai konsensus dalam menilai tingkat risiko bencana gempa bumi di wilayah tersebut. Subbab ini akan menjawab pertanyaan penelitian pertama, yaitu faktor-faktor apa saja menurut persepsi masyarakat yang berkontribusi dalam penentuan tingkat risiko bencana di suatu wilayah yang dapat digunakan dalam model kolaboratif analisis risiko bencana, khususnya bencana gempa bumi. Serta upaya mitigasi apa yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi risiko bencana. V.1.1 Pengetahuan masyarakat terhadap faktor pembentuk bahaya gempa bumi Pengetahuan masyarakat yang terbentuk berdasarkan informasi yang diperoleh dari media, bukan dari lapangan. Sehingga perlu dikembangkan pengetahuan mengenai bahaya gempa bumi, yang melingkup sumber gempa, jarak dari sumber, frekuensi, magnitude, serta dampak ikutan. Pengetahuan masyarakat terkait sumber gempa bumi berasal dari lempeng, gunungapi, serta kejadian gempa di wilayah lain.