Hasil Ringkasan
1 I. Bab I Pendahuluan Dalam Bab Pendahuluan akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian ini dilakukan, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian yang melingkupi lingkup bahaya dan lingkup dalam manajemen risiko bencana, manfaat penelitian, kebaruan atau posisi penelitian, kerangka pikir penelitian, serta sistematika penulisan disertasi. I.1 Latar Belakang Penilaian risiko bencana merupakan salah satu tahapan dalam manajemen risiko bencana untuk memahami tingkat risiko bencana di suatu wilayah. Hal ini erat kaitannya dalam upaya penanggulangan bencana yang mendukung pembangunan berkelanjutan, terutama di negara-negara yang rawan bencana, seperti Indonesia. Risiko bencana diartikan sebagai kerugian yang mungkin terjadi akibat bencana, seperti korban jiwa, kesehatan, kerugian dalam mata pencaharian, aset dan pelayanan, yang terjadi pada masyarakat atau komunitas tertentu pada suatu waktu tertentu di masa yang akan datang (UNISDR, 2009a). Risiko bencana dapat dinilai dan dipetakan berdasarkan pengetahuan mengenai bahaya tertentu yang mengancam suatu wilayah serta kondisi perkembangan sosial, ekonomi dan fisik wilayah tersebut (UNISDR, 2009a). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, penilaian risiko bencana dapat dikategorikan kedalam dua pendekatan, yaitu pendekatan teknokratik dan pendekatan berbasis pada partisipasi masyarakat. Pendekatan teknokratik dilakukan oleh peneliti berdasarkan alasan-alasan yang rasional yang mendukung penilaian risiko bencana di suatu daerah serta menentukan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penilaian besarnya tingkat risiko di daerah tersebut (Davidson dan Shah, 1997; Fedeski dan Gwilliam, 2007; Pamungkas dkk, 2011; Sengara dan Suarjana, 2012; Sutanta dkk, 2009). Pada pendekatan ini, para peneliti tidak mempertimbangkan faktor-faktor dinamika sosial budaya yang terjadi di masyarakat, seperti perilaku, pengetahuan, dan Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 2 motivasi masyarakat. Cardona (2003) mengelompokkan pendekatan ini ke dalam natural technocrat dan applied science. Dalam tingkat perencanaan, pendekatan secara teknokratik digunakan untuk tingkat makro dan meso 1 (Suroso dkk, 2009) yang berguna dalam pengambilan kebijakan secara strategis. Informasi yang digunakan dalam penilaian risiko, terutama untuk menentukan faktor kerentanan dan kapasitas, peneliti menggunakan data sekunder. Pada tingkat perencanaan makro dan meso, pelibatan masyarakat untuk memberikan data dan informasi primer yang lebih mendalam, sulit dilakukan, karena akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya besar. Oleh karena itu, peneliti memanfaatkan data sekunder yang tersedia. Hal ini menyebabkan informasi baik terkait kerentanan maupun kapasitas menjadi terbatas pada hal yang bersifat teknis atau terukur. Keterbatasan informasi inilah yang kemudian menjadikan peneliti melakukan penilaian risiko bencana secara teknokratik (Wisner B. , 2007). Di Indonesia, penilaian terhadap risiko bencana secara teknokratik sudah dilakukan sejak tahun 1990-an dan mulai berkembang setelah kejadian bencana gempa bumi dan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam pada tahun 2004. Pada tahun 2007 dengan munculnya Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan juga Undang-undang No.