1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Haemophilus influenzae merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk kokus-basil yang bervariasi (bersifat pleimorf) dan ditemukan pertama kali oleh Richard Pfeiffer pada tahun 1892 (Kuhnert dan Christensen, 2008). Awalnya, H.influenzae diduga sebagai penyebab dari wabah influenza yang terjadi hingga tahun 1933. Namun hingga saat ini, telah diketahui bahwa H.influenzae memiliki peranan yang besar dalam menyebabkan infeksi terlokalisasi dan bersifat invasif pada saluran pernapasan manusia, selain Streptococcus pneumoniae dan Mycobacterium tuberculosis. Hingga saat ini, terdapat dua kelompok H.influenzae yang ditemukan, yaitu H.influenzae berkapsul dan tanpa kapsul. Kelompok H.influenzae berkapsul terdiri atas enam serotipe yang dibedakan berdasarkan kemampuan antigen pada kapsul bakteri dalam bereaksi terhadap antisera spesifik, yaitu serotipe a, b, c, d, e, dan f (Ryan dan Ray, 2004). H.influenzae serotipe b (Hib) dikenal sebagai serotipe invasif diantara serotipe lainnya dikarenakan keberadaan kapsul serotipe b yang merupakan faktor virulensi utama pada Hib. H.influenzae serotipe b diketahui telah menjadi penyebab utama pada 21-47% kasus pneumonia pada anak-anak, serta 5% kasus meningitis fatal di negara maju dan 40% kasus meningitis yang sama di negara berkembang (European Centre for Disease Prevention and Control, 2019). Selain itu, sebagian besar H.influenzae tanpa kapsul (NTHi) diketahui memiliki sifat invasif yang lebih rendah daripada Hib. Namun, NTHi dapat menyebabkan respon inflamasi pada manusia dan juga diketahui berperan dalam menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan manusia (Slack et al, 1998). Pada dasarnya, Haemophilus influenzae merupakan bagian dari mikroflora pada saluran pernapasan bagian atas manusia, tepatnya pada nasofaring. Sebagian 2 besar H.influenzae merupakan patogen oportunis yang beresiko menimbulkan infeksi dengan meninjau faktor tertentu, seperti keberadaan infeksi virus pada manusia, tingkat imunitas yang rendah, dan sebagainya. Namun, pada kondisi normal, H.influenzae tidak menyebabkan infeksi dan pembawa H.influenzae ini dikenal sebagai asymptomatic carrier. Kolonisasi H.influenzae pada saluran pernapasan atas manusia dimulai pada masa bayi. Pada usia satu tahun, prevalensi kolonisasi H.influenzae mencapai 20% dan angka tersebut meningkat secara progresif hingga mencapai lebih dari 50% pada usia 5 – 6 tahun. Adapun pada usia dewasa normal, setidaknya prevalensi kolonisasi H.influenzae dapat mencapai 75%. Adapun anak-anak sehat cenderung membawa berbagai tipe H.influenzae, sedangkan individu yang terinfeksi (baik anak-anak dan dewasa) membawa satu jenis H.influenzae tertentu yang mendominasi pada nasofaring (King, 2012) (Murphy et al, 1999). Kolonisasi tipe yang dominan tersebut berperan dalam meningkatkan resiko infeksi H.influenzae pada anak-anak. Selain itu, balita diketahui tidak memiliki respon imun sebaik individu dewasa sehingga rentan terhadap infeksi H.influenzae (Jorgensen et al, 2015). Meskipun demikian, kolonisasi H.influenzae serotipe b yang bersifat invasif pada anak-anak telah mengalami penurunan secara signifikan hingga 99% dikarenakan penerapan program vaksinasi Hib yang dilakukan secara rutin di berbagai wilayah di dunia, termasuk Indonesia (CDC, 2020). Dengan demikian, vaksinasi Hib dinilai telah efektif dalam mengeradikasi H.influenzae serotipe b yang sebelumnya menyebabkan berbagai penyakit infeksi pada anak-anak.