107 Bab VI Penutup VI.1 Temuan Temuan pertama dari penelitian ini didapatkan dari hasil analisis yang menunjukkan bahwa jangkauan pelayanan dari rute bus sekolah eksisting tidak dapat menjangkau domisili – domisili pelajar. Jangkauan layanan bus sekolah dihitung berdasarkan jarak dari tempat perhentian bus sekolah terhadap domisili pelajar dimana jarak yang digunakan adalah jarak berjalan kaki yaitu 350 meter. Selain itu, sebaran pelajar pun cukup luas sehingga membentuk radius pelayanan sekolah yang cukup besar. Temuan kedua didapatkan dari hasil analisis yang menunjukkan sebaran penumpang potensial pada Zona A dan Zona C sekolah. Penentuan zona tersebut membantu dalam menentukan prioritas pelayanan rute bus sekolah yang akan disusun. Sebaran – sebaran tersebut walaupun sudah dipersempit ke dalam dua zona tetapi rute eksisting masih belum bisa melayani seluruh sebaran pelajar tersebut begitupun dengan rute angkutan umum lainnya, yaitu Trans Metro Bandung yang belum secara menyeluruh melayani sebaran pelajar yang berada pada Zona A dan Zona C. Dari 146 total domisili pelajar, hanya 77 yang dapat dilayani oleh Bus Sekolah dan Trans Metro Bandung. Temuan ketiga, dari kedua alternatif rute yang sudah disimulasikan, alternatif kedua terpilih sebagai alternatif rute paling optimal melihat dari capaian layanan yang lebih luas dibandingkan dengan kondisi eksisting dalam waktu tempuh yang sama. Alternatif tersebut menggunakan fungsi VRP dimana walaupun secara waktu tempuh perjalanan masih belum bisa kurang dari 1 jam perjalanan, akan tetapi jangkauan layanan dari alternatif ini cukup luas sehingga mampu melayani pergerakan pelajar baik pada Zona A maupun Zona C. Skenario VRP mampu melayani hingga 28 % domisili pelajar dari gabungan Zona A dan Zona C, sementara skenario TSP hanya mampu melayani 25 %. 108 VI.2 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan rute yang optimal dari Bus Sekolah Kota Bandung yang mampu memaksimalkan pelayanan bus sekolah sehingga memiliki dampak terhadap pengurangan penggunaan kendaraan pribadi di Kota Bandung, khususnya bagi pelajar dengan mempertimbangkan zonasi sekolah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, alternatif rute yang dipilih sudah secara optimal mampu memaksimalkan pelayanan bus sekolah dengan cara melayani dalam ruang lingkup yang lebih kecil, yaitu dibagi kedalam zona – zona sebagaimana ditentukan dalam peraturan mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru di Kota Bandung. Alternatif yang terpilih adalah alternatif skenario rute VRP, dimana simulasi dilakukan dengan fungsi VRP pada ArcMap 10.6. Rute VRP ini mampu melayani domisili pelajar 42% lebih luas dibandingkan rute eksisting bus sekolah K-02 Dago – Leuwipanjang. Akan tetapi, kelemahan dari skenario rute VRP tersebut adalah kendala dalam memenuhi jendela waktu 1 jam dimana hasil skenario masih menunjukkan waktu tempuh perjalanan selama 2 jam 30 menit atau sama dengan kondisi eksisting sebelum disimulasikan. Dengan demikian, berdasarkan hasil skenario VRP tersebut maka karakteristik dari rute eksisting K- 02 Dago – Leuwipanjang dirubah menjadi lebih fleksibel terhadap kebijakan zonasi karena memperkecil area layanan dari bus sekolah yang disesuaikan dengan zona PPDB sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota. Dalam skala yang lebih luas terkait perencanaan angkutan umum, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan terkait transportasi merupakan hal yang multi-dimensi dan multi-sektor. Hal tersebut terlihat dimana kebijakan PPDB, yang dalam skala nasional dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan dan dijalankan oleh dinas terkait di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, memiliki pengaruh terhadap pola pergerakan transportasi, khususnya pergerakan dengan tujuan pendidikan sebagaimana dijelaskan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perencanaan angkutan pelajar, sebagai topik penelitian ini, harus menggabungkan berbagai perspektif dimana dalam kasus penelitian ini antara Dinas Pendidikan dengan Dinas Perhubungan harus saling terintegrasi sehingga kebijakan zonasi yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan tidak kontra-produktif dengan kebijakan angkutan pelajar. Dengan adanya integrasi multi-sektor tersebut, pergerakan pelajar di Kota Bandung 109 yang juga diatur dalam zonasi PPDB tetap dapat terlayani oleh angkutan pelajar. Keterbukaan data pokok pendidikan pun memiliki peran penting dalam perencanaan angkutan umum, khususnya untuk angkutan pelajar, dimana data tersebut digunakan untuk mengetahui pola sebaran penumpang potensial yang dapat dilayani oleh angkutan pelajar atau dalam konteks Kota Bandung adalah bus sekolah. VI.3 Rekomendasi Dari hasil analisis penelitian ini, terdapat beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pihak – pihak terkait perencanaan rute angkutan umum, khususnya pihak pemerintah. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Melihat sebaran pelajar yang belum terkonsentrasi di zonasi sekitar sekolah, maka mustahil bagi skenario rute VRP tersebut untuk dapat melayani sebaran pelajar di dalam jendela waktu yang ditentukan, yaitu 1 jam. Oleh karena itu, direkomendasikan adanya integrasi dengan rute Trans Metro Bandung agar capaian layanan menjadi lebih luas. 2. Rute hasil skenario VRP tersebut tidak selalu melewati jalan arteri atau kolektor yang memiliki lebar jalan yang cukup untuk bus sekolah. Oleh karena itu, desain dan ukuran angkutan tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi geometrik jalan dimana modanya menggunakan moda dengan kapasitas lebih kecil dari kapasitas eksisting (60 penumpang). Jenis kendaraan disarankan dapat berupa minibus sehingga mampu mengakses jaringan jalan perumahan/lingkungan. 3. Selain dengan mengembangkan rute VRP tersebut, langkah lain yang dapat direkomendasikan adalah mengembangkan angkutan feeder yang khusus melayani pergerakan pelajar dimana fungsinya membantu menjangkau pelajar – pelajar yang jauh dari rute angkutan umum baik rute hasil simulasi VRP, koridor bus sekolah yang lain, maupun rute Trans Metro Bandung. Angkutan feeder tersebut dapat dengan memanfaatkan sarana yang eksisting (mis: Angkutan Kota) maupun dengan membuat sistem yang baru. 4. Agar dapat menciptakan integrasi yang baik antara kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan dan juga program yang diluncurkan 110 Dinas Perhubungan, maka diperlukan adanya peraturan yang dapat mengikat dan mempertemukan kepentingan – kepentingan antar dua instansi tersebut yang dapat berupa Peraturan Daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi sebagai kewenangan tertinggi dikarenakan jenjang pendidikan menengah ke atas merupakan kewenangan Provinsi sehingga agar dapat memfasilitasi antara kewenangan Kota dan Provinsi maka peraturan yang digunakan adalah peraturan dari kewenangan tertinggi Pemerintah Provinsi. VI.4 Catatan Penelitian Penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan yang dapat dijadikan catatan untuk perbaikan penelitian serupa kedepannya.