11 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Transportasi Seperti yang dikemukakan oleh Nasution dalam bukunya yang berjudul Manajemen Transportasi tahun 2015 bahwa transportasi merupakan penemuan terbesar kedua setelah alfabet. Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa transportasi membawa perubahan besar terhadap kehidupan manusia dan perkembangan peradaban tidak terlepas dari adanya perkembangan transportasi. Transportasi sudah berkembang dengan sangat pesat dapat dilihat dalam penuturan sejarah transportasi dimulai dari mulai berjalan kaki, penemuan roda, penemuan mesin uap, hingga penggunaan pipa ataupun kabel. Lalu apakah yang dimaksud dengan transportasi itu sendiri. Transportasi secara umum dapat diartikan dengan upaya memindahkan sesuatu (barang/orang) dari suatu tempat, yang biasa disebut dengan tempat asal, menuju tempat yang lain atau tujuan. Nasution (2015) menyebutkan hal yang sama dimana transportasi/pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Lebih lanjut lagi, proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, darimana kegiatan angkutan dimulai, ke tempat tujuan, dimana kegiatan pengangkutan diakhiri. Ditambahkan lagi menurut Nasution (2015) transportasi memiliki unsur – unsur pengangkutan seperti adanya muatan yang diangkut, tersedianya kendaraan sebagai alat angkutnya, adanya jalanan/jalur yang dilalui, adanya terminal asal dan terminal tujuan, dan adanya sumber daya manusia dan organisasi atau manajemen yang menggerakan kegiatan transportasi tersebut. Miro (2012) mengartikan transportasi sebagai usaha pemindahan, atau penggerakan orang atau barang dari suatu lokasi, yang disebut lokasi asal, ke lokasi lain, yang biasa disebut lokasi tujuan, untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu pula. Miro (2012) pun menambahkan dari pengertian tersebut bahwa transportasi memiliki beberapa dimensi seperti lokasi (asal dan tujuan), alat (teknologi), dan keperluan tertentu di lokasi tujuan seperti ekonomi atau sosial. 12 II.2 Transportasi Sebagai Suatu Sistem Sistem secara umum dipahami sebagai suatu kesatuan unsur yang saling terkait satu sama lain dimana saling berkorelasi dalam mencapai tujuan tertentu. Transportasi pun dipandang sebagai suatu sistem. Sebagai suatu sistem, transportasi pun memiliki unsur – unsur didalamnya. Keseluruhan unsur – unsur tersebut tidak bisa terpisahkan satu sama lain walaupun masing – masing unsur tersebut memiliki cakupan pembahasan yang berbeda. Manheim (1979) menjelaskan bahwa terdapat pertimbangan – pertimbangan dalam memahami sistem transportasi, di antaranya: 1. Semua moda transportasi harus dipertimbangkan. 2. Semua elemen transportasi harus dipertimbangkan: orang dan barang yang diangkut: kendaraan dimana mereka diantarkan: dan jaringan fasilitas dimana kendaraan, orang, dan barang bergerak. 3. Semua pergerakan melalui sistem harus dipertimbangkan, termasuk aliran penumpang dan barang dari seluruh asal dan tujuan. 4. Untuk setiap arus spesifik, pergerakan total, dari titik asal menuju tujuan akhir, dari semua moda dan fasilitas harus semua dipertimbangkan. Sistem transportasi tersebut, menurut Manheim (1979), sangat terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Perubahan pada sistem transportasi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perubahan daripada sistem sosial ekonomi yang terdampak dan sebaliknya perubahan pada sistem sosial ekonomi pun akan mempengaruhi sistem transportasi yang berjalan. Dalam teorinya, Manheim (1979) menjelaskan bahwa keterkaitan sistem tersebut didefinisikan ke dalam tiga variabel dasar yaitu sistem transportasi (T); sistem kegiatan, yang merupakan pola kegiatan sosial dan ekonomi (A); dan pola pergerakan didalam sistem transportasi meliputi asal, tujuan, rute, dan volume barang dan penumpang yang bergerak melalui sistem (F). Sebagaimana disebutkan sebelumnya, ketiga variabel ini saling terkait satu sama lain dimana dinamika di satu variabel dapat mempengaruhi dua variabel lainnya sehingga sistem dalam transportasi dapat dikatakan sebagai sistem yang sangat dinamis. Keterkaitan antar variabel tersebut dapat dilihat pada Gambar II- 1. 13 Gambar II-1 Keterkaitan didalam Sistem Transportasi (Sumber : Manheim, 1979) Dari Gambar II-1 tersebut, Manheim (1979) pun menjelaskan lebih lanjut bahwa hubungan antar tiga variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pola pergerakan didalam sistem transportasi ditentukan oleh baik sistem transportasi dan sistem kegiatan. 2. Arus pola pergerakan akan menyebabkan terjadinya perubahan dari waktu ke waktu terhadap sistem kegiatan: melalui pola layanan transportasi yang disediakan dan melalui sumber daya yang digunakan dalam menyediakan layanan tersebut. 3. Arus pola pergerakan juga akan menyebabkan perubahan sistem transportasi dari waktu ke waktu: sebagai respon dari pergerakan aktual atau yang diantisipasi, pihak swasta dan pemerintah akan mengembangkan layanan transportasi baru atau memodifikasi layanan yang sudah ada. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa walaupun sistem kegiatan dianggap sebagai sistem tunggal (A), dalam kenyataannya sistem kegiatan tidak sesederhana yang digambarkan pada Gambar II-1. Sistem kegiatan terdiri atas banyak subsistem yang saling tumpang tindih dan terkait satu sama lain mulai dari struktur sosial, politik, pasar properti, dan seterusnya dimana transportasi hanya sebagian dari 14 subsistem tersebut. Sehingga, Manheim (1979) menyimpulkan bahwa transportasi memainkan peran yang penting dalam mempengaruhi perubahan dalam sistem kegiatan, tetapi bukan satu – satunya faktor penentu dalam perubahan tersebut. Contoh yang dituliskan adalah pengaruh perkembangan kendaraan pribadi dan sistem jalan bebas hambatan dimana disebutkan bahwa dua hal tersebut bukan satu – satunya yang menyebabkan suburbanisasi dan penyebaran/peluasan kawasan metropolitan walaupun kedua hal tersebut sangat erat dengan dinamika peningkatan pendapatan, perubahan tren perumahan dan bursa tenaga kerja, dan subsistem lainnya. Tamin (2000), menuliskan konsep yang sama mengenai sistem transportasi tersebut dengan Manheim (1979) dimana sistem transportasi bukanlah sistem yang berjalan sendiri tanpa adanya sistem – sistem lain yang saling terkait. Konsep tersebut ditulis oleh Tamin (2000) dengan istilah sistem transportasi makro. Gambaran mengenai sistem transportasi makro dapat dilihat pada Gambar II-2. Gambar II-2 Sistem Transportasi Mikro (Sumber : Tamin, 2000) Dari Gambar II-2 tersebut, Tamin (2000) menjelaskan bahwa sistem kegiatan merupakan tata guna lahan yang mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan sebagai proses pemenuhan kebutuhan. Dijelaskan bahwa sistem kegiatan tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan dimana sistem tersebut terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Kegiatan yang timbul tersebut 15 sangat bergantung terhadap pergerakan untuk memenuhi kebutuhan dimana tata guna lahan sendiri tidak mungkin untuk memenuhinya. Pergerakan, dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang ditimbulkan oleh sistem kegiatan, pun memerlukan sarana dan prasarana agar dapat bergerak. Prasarana transportasi, sebagaimana disebutkan sebelumnya, dikenal pula sebagai sistem jaringan dalam konsep sistem transportasi makro yang dikemukakan oleh Tamin (2000). Sistem jaringan tersebut dapat meliputi sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus, stasiun kereta api, bandara, dan pelabuhan. Kedua sistem tersebut, sistem kegiatan dan sistem jaringan, membentuk suatu interaksi dimana dari interaksi tersebut muncullah pergerakan manusia dan/atau barang baik dalam bentuk pergerakan kendaraan maupun orang (pejalan kaki). Interaksi ini disebut juga dengan sistem pergerakan dimana Tamin (2000) menjelaskan bahwa sistem pergerakan tersebut haruslah aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya dimana hal tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalulintas yang baik. Berbeda dengan konsep Manheim (1979) sebelumnya, Tamin (2000) menjelaskan bahwa dalam rangka mewujudkan sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, dan lainnya sebagaimana disebutkan sebelumnya harus diatur sehingga muncullah sistem mikro tambahan, yaitu sistem kelembagaan. Sistem kelembagaan, dalam teori Tamin (2000), memiliki peran dalam ketiga sistem mikro (subsistem) transportasi tersebut dimana dapat diisi oleh pemerintah, swasta, dan masyakarat.