Hasil Ringkasan
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Keterampilan dan keahlian dalam membuat berbagai macam bentuk kerajinan tangan telah dimiliki oleh orang-orang Indonesia sejak dahulu, salah satu keahlian turun-temurun yang dimiliki oleh mayoritas masyarakat tradisional di Indonesia adalah keterampilan menganyam. Jasper dan Pirngadie (1930) dalam bukunya yang berjudul De Inlandsche Kunstnijverheid In Nederlandsch Indië Jilid ke-5, telah banyak sekali mengungkap berbagai macam pengetahuan tentang anyaman, dari pemahaman dasar teknik menganyam hingga pemetaan pola anyaman yang ada di Indonesia. Selain itu, Griffen (2000) menjelaskan bahwa bentuk dasar dari seni kerajinan anyaman dapat ditemukan di berbagai tempat dengan teknik dasar yang relatif serupa. Umumnya masyarakat banyak menerapkan bentuk anyaman pada benda-benda atau alat-alat keseharian mereka seperti halnya keranjang untuk memikul barang-barang (Dunkelberg, 1985). Teknik pembuatan anyaman ternyata tidak hanya diaplikasikan sebagai bentuk ragam hias saja, lebih jauh dari itu anyaman telah digunakan oleh masyarakat tradisional sebagai bagian penting dari elemen bangunan seperti dinding, lantai dan langit-langit bangunan mereka. Heinz Frick (1997) menjelaskan bahwa sebetulnya penggunaan anyaman pada dinding rumah tradisional secara umum bertujuan untuk menyerap cahaya dan menjamin penerangan alami di siang hari tanpa harus menggunakan bukaan (jendela). Selain itu, anyaman yang dibuat sebagai dinding bangunan juga berfungsi sebagai dinding yang dapat “bernafas” karena dinding anyaman memiliki tingkat kerapatan lubang-lubang dapat disesuaikan dengan kebutuhan penghuni. Anyaman pada dasarnya memiliki nilai fungsi dan estetika yang berkaitan secara bersamaan. Bentuk produk anyaman vernakular secara umum terdiri atas material yang menerus (pita panjang) dengan memanfaatkan gaya gesek (friksi) sebagai unsur pembentuk kekuatan struktur anyamnya. Namun, di sisi lain bentuk Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 2 anyaman vernakular ini tidak dapat dikembangkan dan diterapkan pada desain dengan skala yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan ukuran material bahan dasar anyaman yang terbatas pada desain yang berskala kecil saja. Jika ditinjau dari aspek estetika, anyaman memiliki pola-pola menarik dan khas untuk dapat dijadikan aksen pada bangunan baik eksterior maupun interior. Sedangkan aspek kekuatannya, anyaman memiliki struktur yang khas yang dapat dieksplorasi lebih jauh lagi pemanfaatannya sebagai bagian dari struktur bangunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa eksplorasi desain arsitektur kontemporer pada saat ini juga turut mengadopsi teknik-teknik kebudayaan tradisional yang telah ada dan berkembang. Fasad atau kulit bangunan adalah salah satu contoh elemen bangunan yang seringkali dieksplorasi untuk merepresentasikan nilai-nilai lokal terkait dalam desain sebuah bangunan. Namun, penerapan bentuk anyaman secara konvensional pada bangunan memliki keterbatasan-keterbatasan untuk dikembangkan. Keterbatasan tersebut terletak pada karakteristik material atau bahan dasar maupun cara membuat anyaman itu sendiri, terutama untuk pembuatan anyaman dalam skala desain yang lebih besar. Hal tersebut mendorong eksplorasi pola anyaman baik secara estetika maupun strukturalnya dalam media yang cukup beragam, salah satunya dengan bantuan perangkat digital (komputer). Pengembangan teknik menganyam secara digital (komputasional) telah banyak dilakukan, salah satunya adalah yang dilakukan oleh Rizal Muslimin berdasarkan pola visual anyaman vernakular yang ada. Dasar Pola anyaman vernakular dielaborasi dalam bentuk tunggal/modular (unit-based).