1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya perekonomian suatu daerah maka pergerakan transportasi yang dibutuhkan semakin meningkat pula. Pergerakan yang cepat, handal aman dan nyaman antar daerah menjadi kebutuhan mendesak yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan interaksi bisnis antar daerah. Propinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk mencapai 38 juta jiwa merupakan salah satu propinsi yang memiliki kerapatan penduduk yang padat dengan menduduki peringkat ke-6 dari seluruh propinsi di Indonesia (BPS Provinsi Jawa Timur, 2015). Sebagai pintu gerbang Indonesia Timur, Jawa Timur juga berperan besar dalam meningkatkan laju industri dan perdagangan, maka jalur transportasi berperan penting pula dalam perindustrian dan peningkatan ekonomi wilayah. Jawa Timur memiliki beberapa pulau kecil, dimana salah satunya pada sisi timur terdapat pulau Madura yang letaknya berdekatan dengan Surabaya sebagai ibukota Jawa Timur. Pulau Madura yang menjadi bagian dari propinsi Jawa Timur, mengalami kondisi yang kurang menguntungkan. Laju pertumbuhan ekonomi lambat dan income perkapita tertinggal, dimana satu-satunya moda transportasi sebagai penghubung ke wilayah pulau Madura adalah angkutan penyeberangan ferry sebelum dibangun Tol Jembatan Suramadu. Pergerakan jalur transportasi yang terhambat membuat pembangunan Tol Jembatan Suramadu dinilai penting sebagai pembuka awal. Arus transportasi yang cepat dan efektif membuat perkembangan Madura dapat bersaing dengan daerah-daerah lain (BPWS, 2013). Dengan adanya pembangunan Tol Jembatan Suramadu yang menghubungkan kota Surabaya dengan Pulau Madura telah memberikan alternatif pada kegiatan perpindahan orang dan barang dari dan menuju Surabaya, yaitu moda air dengan menggunakan kapal ferry dan moda darat melalui Tol Jembatan Suramadu itu sendiri (Dewi & Widyastuti, 2009). Adanya pilihan moda perjalanan 2 meningkatkan pertumbuhan PDRB dimana terjadi kenaikan yang signifikan di beberapa Kabupaten di Pulau Madura (BPS Provinsi Jawa Timur, 2012). Lintas penyeberangan Ujung-Kamal yang menghubungkan antara Surabaya dan pulau Madura memiliki keunikan tersendiri apabila dibandingkan dengan lintas penyeberangan lainnya di Indonesia, yaitu lintas penyeberangan ini bersaing langsung dengan moda transportasi darat yang melalui Tol Jembatan Suramadu. Pasca beroperasinya Tol Jembatan Suramadu pada bulan Juni 2009, pengguna penyeberangan Ujung-Kamal terus mengalami penurunan (Sujana, 2013). Sebelum adanya Tol Jembatan Suramadu lintas penyeberangan Ujung-Kamal merupakan lintas penyeberangan komersil terpadat di Indonesia. Gambar 1.1 menunjukkan perpindahan penggunaan moda angkutan penyeberangan ferry ke moda jalan melalui Tol Jembatan Suramadu pada awal beroperasi tahun 2009. Sumber : PT. Jasa Marga dan PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), 2012 Gambar 1.1 Grafik Perbandingan Produktivitas Pelabuhan Penyeberangan Ujung-Kamal dan Volume Lalu Lintas Tol Suramadu Tahun 2007 s/d 2012 Perpindahan moda ini telah diprediksi oleh Direktorat Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan selaku regulator yang membawahi angkutan penyeberangan di selurh Indonesia, dimana pada saat Tol Jembatan Suramadu telah beroperasi akan terjadi perpindahan pengguna kapal penyeberangan ke Tol Jembatan Suramadu sebesar 30% dengan asumsi tarif yang berlaku untuk kapal 0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 20082009201020112012 Kend Pnp (Tol) Kend Brg (Tol) Kend Pnp (Ferry) Kend Brg (Ferry) 3 penyeberangan 50% dibawah tarif Tol Suramadu (Wiratno, 2009), bahkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Widyastuti, 2009 terhadap 300 responden yang mewakili pengguna moda sepeda motor, mobil, bus, truk dan penumpang yang tidak bermoda. Menghasilkan jumlah pembagian moda yang lebih timpang yaitu sebesar 76% responden berniat untuk pindah menggunakan Tol Jembatan Suramadu sedangkan 24% tetap akan menggunakan ferry. Perbedaan misi antara penyeberangan ferry Ujung-Kamal dengan orientasi bisnis dan Tol Jembatan Suramadu yang merupakan infrastruktur milik pemerintah yang memiliki misi sosial pembangunan menyebabkan kompetisi antara keduanya semakin tidak seimbang. Dalam perjalanannya Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggratiskan tarif Tol Jembatan Suramadu bagi kendaraan roda dua pada Juni tahun 2015 dan menurunkan sebanyak 50% tarif kendaraan roda 4 pada 1 Maret 2016 (Putro, 2016). Tentu ini menjadi permasalahan pada kompetisi moda yang ada antara Tol Jembatan Suramadu dan angkutan penyeberangan ferry Ujung- Kamal yang sebelumnya saja pangsa angkutan penyeberangan telah mengalami penurunan. Dampak eksternalitas dari kebijakan tarif yang ada di Tol Jembatan Suramadu menyebabkan pindahnya pengguna angkutan penyeberangan Ujung Kamal dan mempengaruhi keberlangsungan angkutan penyeberangan Ujung-Kamal. Ini didasarkan pada fakta yang terjadi di lapangan, dimana penurunan pengguna angkutan penyeberangan terlihat dari jumlah kapal yang beroperasi yaitu sebanyak 3 (tiga) unit kapal penyeberangan ferry yang dioperasikan oleh dua perusahaan, yakni PT ASDP (2 kapal) dan PT Dharma Lautan Utama (1 kapal) (Faizal, 2016) dari sebelumnya 18 kapal penyeberangan ferry yang beroperasi di lintas penyeberangan Ujung-Kamal (Saja, 2016).