Hasil Ringkasan
75 Bab IV Karakter Streetscape Kota Bogor dan Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Streetscape Kota Bogor IV.1. Signifikansi Historis Koridor-koridor Jalan dalam Kerangka Morfologi Kota Bogor Analisis morfologi Kota Bogor dilakukan untuk menelusuri makna historis dari perkembangan jalan di kota tersebut. Melalui penelusuran data historis, akan diidentifikasi koridor-koridor jalan yang memiliki nilai penting (signifikansi) dalam perkembangan morfologi Kota Bogor. Selain itu, analisis ini juga akan menelusuri identitas Kota Bogor yang terbentuk dalam proses perkembangan kota, sehingga akan diketahui aspek-aspek identitas kota yang masih bertahan sebagai citra mental tentang Kota Bogor. IV.1.1 Morfologi Kota dan Perkembangan Jalan di Kota Bogor Kota Bogor terletak kurang lebih 56 kilometer di Selatan Jakarta, sehingga pertumbuhan, fungsi dan perannya sangat terkait dengan kota Jakarta. Sejak pemerintah kolonial Belanda membangun Buitenzorg hingga berkembangnya kawasan megapolitan Jabodetabek, perkembangan Kota Bogor tak lepas dari Jakarta karena letak geografisnya. Karena letaknya di kaki Gunung Salak dengan ketinggian 190-330 meter dari permukaan laut, Kota Bogor memiliki udara yang lebih sejuk dari pada Jakarta, dengan suhu rata-rata tiap bulan antara 21 - 26’ C. Kondisi tersebut menjadikan Bogor sebagai salah satu tujuan rekreasi dan peristirahatan bagi banyak warga Jakarta, yang kemudian mempengaruhi perkembangan sosial-ekonomi dan fisik Kota Bogor, termasuk perkembangan infrastruktur jalan. Meskipun sejarah Kota Bogor dapat ditelusuri sejak masa Pakuan Pajajaran, namun Bogor sebagai kota terstruktur sebagaimana yang terlihat pada masa sekarang merupakan bentukan masa kolonial, yaitu sejak dibangunnya Villa Buitenzorg (Istana Bogor) dan De Groote Postweg (Jalan Raya Pos). Oleh karena itu, pembahasan morfologi Kota Bogor sebagai analisis historis perkembangan jalan dimulai sejak periode kolonial sampai setelah pembangunan jalan tol. 76 1. Awal Pembentukan Kota Bogor : Pembangunan Villa Buitenzorg, de Groote Postweg, dan Pembagian Zona Permukiman Meskipun sejarah Kota Bogor bisa ditelusuri hingga zaman Pakuan Pajajaran, namun sebagai kota yang terstruktur Bogor baru terbentuk pada masa kolonial Belanda, ketika wilayah yang diduga bekas pusat kerajaan Pajajaran ditemukan oleh ekspedisi yang dilakukan oleh VOC. Berdasarkan laporan-laporan ekspedisi tersebut, Gubernur Jenderal VOC Baron Van Imhoff yang berkuasa di Hindia Belanda tahun 1743-1750, tertarik pada potensi daerah baru yang lokasinya tidak terlalu jauh dengan Batavia tersebut. Dia berniat menjadikan daerah tersebut sebagai tempat peristirahatan, dan kemudian pada tahun 1745 Van Imhoff membeli sebidang lahan untuk membangun vila yang diberi nama Buitenzorg. Nama Buitenzorg berasal dari istilah dalam bahasa Perancis, yaitu sans souci yang berarti bebas dari masalah/kecemasan (Danasasmita, 1983; Sopandi, 2008). Keberadaan Villa Buitenzorg menjadi titik tolak pertumbuhan Bogor selanjutnya sebagai sebuah kota modern, dan penetapan status tanah di sekitarnya sebagai tanah yang dapat diperjual-belikan banyak berpengaruh terhadap proses pembentukan karakter kota pada masa-masa berikutnya (Sopandi, 2008). Pada masa kekuasaan Herman Willem Daendels (1808-1811), Villa Buitenzorg dijadikan sebagai kediaman resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Buitenzorg. Pada tahun itu pula Daendels memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos (de Groote Postweg) untuk menghubungkan kota-kota di Pulau Jawa. Pembangunan de Groote Postweg diawali dengan pembangunan jalan dari Buitenzorg ke Cirebon melalui Puncak - Bandung - Sumedang - Karangsambung (Pramono, 2008). Di Buitenzorg jalur jalan ini terdiri atas jalan dari arah Cibinong melalui Bataviasche weg atau Jalan Ahmad Yani, lalu Groote Postweg yang tegak lurus ke arah Istana (sekarang Jalan Sudirman), kemudian melingkari sisi Barat dan Selatan halaman istana ke arah Pasar (sekarang Jalan Juanda), dan menuju ke arah Tajur dan Cipanas melalui Handelstraat (sekarang Jalan Suryakencana).