6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Angkutan Penyeberangan Angkutan penyeberangan dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 104 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan yaitu merupakan angkutan yang dilakukan untuk melayani lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus karena adanya perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Angkutan penyeberangan ini berfungsi untuk menghubungkan sistem jaringan transportasi yang ada. Angkutan penyeberangan merupakan salah satu subsistem dari sistem transportasi darat secara keseluruhan, serta merupakan pelengkap (komplemen) yang tak terpisahkan satu sama lain sehingga moda transportasi darat berjalan secara terintegritas dalam menunjang transportasi nasional, dari pada itu penyeberangan harus mampu memberikan kontribusi yang efektif dan efesien sehingga pergerakan masyarakat dengan segala kemudahan dan kenyamanan dapat terwujud. Angkutan penyeberangan memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan angkutan laut, seperti pelayanannya regular dan terjadwal, dapat beroperasi selama 24 jam non stop, dan dapat sandar di pelabuhan tanpa menggunakan layanan pandu. Direktorat LLASDP, Ditjen Hubdat, Kementerian Perhubungan (2009) mengidentifikasi keunikan angkutan penyeberangan, antara lain: 1. Angkutan penyeberangan memainkan peran sebagai pengganti jembatan, dengan sifatnya sebagai jembatan yang bergerak sehingga dapat diarahkan ketempat yang diinginkan. Sehingga keberadaan angkutan penyeberangan telah dapat mengatasi keterbatasan angkutan jalan atau angkutan kereta api dalam menghadapi kekurangan jembatan sebagai penyambung sistem jaringan jalan raya yang dipisahkan oleh perairan. 2. Walaupun terjadi perpindahan moda, tidak diperlukan kegiatan dan biaya bongkar muat. Tidak ada kehilangan waktu dan kerusakan/kehilangan barang sewaktu proses bongkar muat melalui pintu rampa (ramp door) kapal. 7 3. Karena draft kapal penyeberangan yang relatif kecil, dia dapat berlayar diperairan sungai yang dangkal atau berlabuh dipesisir pantai karena ketiadaan dermaga (beaching). 4. Kecepatan (speed) kapal penyeberangan dapat disesuaikan seiring dengan dinamika perkembangan dunia maritim, mengikuti perkembangan konstruksi kapal konvensional. Dengan kelengkapan baling-baling ganda (twin propeller) kapal dapat dengan mudah dikendalikan sewaktu olah gerak di pelabuhan, tanpa memerlukan jasa pemandu. 5. Sistem jaringan moda angkutan penyeberangan, disamping mengikuti dan mengembangkan sistem jaringan moda angkutan jalan dan moda angkutan kereta api, dapat pula berfungsi sebagai feeder bagi jaringan moda angkutan laut. Dalam perkembangannya Pemerintah mendorong angkutan penyeberangan sebagai moda untuk transportasi angkutan barang dibandingkan dengan angkutan jalan raya. Dimana dari sisi sistem navigasinya masih sangat ramah lingkungan, aman, dan sebagai moda transportasi yang efektif, oleh karena itu jika bisa meraih porsi lebih besar dari segi modal bisa sangat berkontribusi pada sistem transportasi yang lebih berkelanjutan (Rohács & Simongáti, 2007). Namun untuk bersaing dengan moda jalan raya membutuhkan kecepatan kapal yang mumpuni (22 s/d 29 knot) hal ini membutuhkan biaya operasional yang sangat besar (Baird, 2010). II.2 Lintas Penyeberangan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 104 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan mendefinisikan Lintas Penyeberangan adalah suatu alur perairan di laut, selat, teluk, sungai dan/atau danau berfungsi untuk menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang ditetapkan sebagai lintas penyeberangan. Berdasarkan fungsinya lintas penyeberangan digolongkan sebagai berikut: 1. Lintas penyeberangan antar negara. Merupakan lintas penyeberangan yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan/ atau jaringan jalur kereta api antarnegara, lintas penyeberangan antar negara penetapannya dilakukan oleh Menteri. 2. Lintas penyeberangan antar provinsi. Merupakan lintas penyeberangan yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api antar provinsi, lintas penyeberangan antar provinsi penetapannya dilakukan oleh Menteri. 3. Lintas penyeberangan antar kabupaten/kota dalam provinsi. 8 Merupakan lintas penyeberangan yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api antar kabupaten/kota dalam provinsi, lintas penyeberangan antar kabupaten/kota penetapannya dilakukan oleh Gubernur. 4. Lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota. Merupakan lintas penyeberangan yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api dalam kabupaten/kota, lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota penetapannya dilakukan oleh Bupati/Walikota. Berdasarkan PM 104 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Pasal 7, penetapan lintas dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. Pengembangan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang terputus oleh laut, selat, teluk, sungai dan/atau danau; 2. Melayani lintas dengan tetap dan teratur berdasarkan jadwal yang ditetapkan; 3. Berfungsi sebagai jembatan bergerak; 4. Hubungan antara dua pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan dan terminal penyeberangan, dan antara dua terminal penyeberangan dengan jarak tertentu; 5. Tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan pengangkutnya; 6. Rencana tata ruang wilayah; 7. Jaringan trayek angkutan laut sehingga dapat mencapai optimalisasi keterpaduan angkutan intra dan antarmoda; 8. Menghubungkan antara dua pelabuhan dan terminal, dan antara dua terminal penyeberangan dengan jarak tertentu. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 6 Tahun 2010 tentang Cetak Biru Pengembangan Transportasi Penyeberangan Tahun 2010-2030 terdapat 4 pola karakteristik pelayanan penyeberangan yaitu: 1. Penyeberangan antar pulau Pelayanan penyeberangan ini berfungsi secara penuh sebagai jembatan bergerak yang memindahkan penumpang dan kendaraan beserta muatannya untuk melanjutkan perjalanan ke jaringan jalan atau jalan rel di seberang perairan, sebagaimana fungsi angkutan penyeberangan dalam peraturan perundangan. 9 Gambar II.1 Penyeberangan Antar Pulau 2. Penyeberangan gugus kepulauan Pelayanan penyeberangan jenis ini banyak ditemukan di wilayah berkarakter kepulauan. Secara prinsip karakteristik pelayanan penyeberangan jenis ini sama dengan yang pelayanan penyeberangan antar pulau, yang membedakan adalah pelayanan ini menghubungkan antar pulau dalam suatu gugus atau wilayah kepulauan. Dalam hal ini, terdapat beberapa kernungkinan keterhubungan yang terbentuk, antara lain: a. Pulau besar dengan pulau kecil (dengan jaringan jalan yang sudah maupun belum berkembang); b. Antar pulau kecil (dengan jaringan jalan yang masing-masing sudah atau belum berkembang).