1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Angkutan penyeberangan merupakan salah satu subsistem dari sistem transportasi darat secara keseluruhan, serta merupakan pelengkap (komplemen) yang tak terpisahkan satu sama lain sehingga moda transportasi darat berjalan secara terintegritas dalam menunjang transportasi nasional, dari pada itu penyeberangan harus mampu memberikan kontribusi yang efektif dan efesien sehingga pergerakan masyarakat dengan segala kemudahan dan kenyamanan dapat terwujud. Dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, mendefinisikan bahwa moda transportasi penyeberangan merupakan moda transportasi yang berfungsi sebagai sebuah jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil, dengan kondisi geografis tersebut, maka sudah seharusnya apabila Indonesia memiliki transportasi laut yang kuat untuk menghubungkan ribuan pulau - pulau tersebut. Moda transportasi penyeberangan merupakan moda transportasi laut yang efisien karena dapat memindahkan manusia dan barang melalui kendaraan karena dalam proses bongkar muat cepat tanpa adanya sistem pergudanan di pelabuhan sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama dan peralatan bongkar seperti halnya crane. Lintas penyeberangan Merak – Bakauheni menghubungkan Pulau Jawa (di Pelabuhan Merak, Banten) dengan Pulau Sumatera (di Pelabuhan Bakauheni) merupakan moda transportasi yang menjadi urat nadi dalam menunjang mobilisasi penumpang dan kendaraan baik dari Pulau Jawa melalui Merak ke Pulau Sumatera melalui Bakauheni maupun sebaliknya, lintasan beroperasi selama 24 jam sepanjang tahun tanpa berhenti dan menjadi lintas penyeberangan tersibuk di Indonesia bahkan di Asia. Grafik I.1 menggambarkan fluktuasi produksi lintas penyeberangan Merak – Bakauheni dari tahun 2008 - 2018, dimana jumlah produksi mengalami pertumbuhan secara konstan terutama untuk kendaraan roda 2 dan roda 4. Dari grafik I.1 tersebut kita dapat melihat bahwa sejak kejadian stagnasi di pelabuhan Merak pada Tahun 2011 jumlah produksi kendaraaan roda 2 4/lebih terus mengalami pertumbuhan. Hal ini menjadi salah satu hal yang mendasari pengusaha untuk berinvestasi kapal di lintas Merak – Bakauheni. Terlebih usaha bidang angkutan penyeberangan dengan sistem pembayaran cash and carry akan lebih dapat menjamin cash flow perusahaan berbeda dengan kapal cargo yang pembayaran dilakukan di belakang. Gambar I.1 Produksi Muatan Lintas Merak – Bakauheni Tahun 2008 - 2018 Pada awal Tahun 2011 terjadi stagnasi di lintas penyeberangan Merak yang puncaknya terjadi kemacetan yang luar biasa hingga mencapai km 80 di dalam tol Jakarta – Merak berdasarkan hasil investigasi ombudsman pada saat itu penyebabnya adalah keterbatasan sarana dan prasarana khususnya jumlah kapal penyeberangan yang hanya berjumlah total 33 unit, namun setiap harinya tidak dapat memenuhi jumlah minimal kapal operasi yaitu 24 unit. Sejak saat itu pemerintah dalam hal ini Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub bersama PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) selaku operator pelabuhan Merak dan Bakauheni melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan dengan peningkatan sarana prasarana yaitu pembangunan dermaga baru serta membuka kesempatan seluas-luasnya untuk berinvestasi di lintas Merak – Bakauheni sehingga saat ini terdapat 7 pasang dermaga (1 pasang mengalami kerusakan) dengan 73 unit kapal. 0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 20082009201020112012201320142015201620172018 Produksi Lintas Merak -Bakauheni Tahun 2008 -2018 Kendaraan Roda 2Kendaraan Roda 4 3 Dalam gambar I.2 ditunjukkan ilustrasi waktu pelayanan di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni yaitu waktu berlayar 2 jam dan waktu sandar/berlabuh selama 1 jam sehingga dengan demikian pada satu pasang dermaga maksimal dapat beroperasi 6 unit kapal. Dengan 6 pasang dermaga yang aktif beroperasi dimana masing – masing dermaga dapat beroperasi maksimal 6 unit kapal maka jumlah maksimal kapal yang dapat beroperasi dalam 1 hari adalah hanya 36 unit kapal. Gambar I.2 Pola Operasinal Kapal pada Setiap Pasang Dermaga Dengan kondisi demikian dari sebanyak 73 unit kapal yang ada namun yang dapat beroperasi maksimal 36 unit setiap harinya mengakibatkan jumlah kapal cadangan yang normalnya adalah 20% namun saat ini dapat mencapai lebih dari 100% setiap harinya. Merak Bakauheni Sandar 1 jam Sandar 1 jam 1 KAPAL A KAPAL D 2 KAPAL B KAPAL E 3 KAPAL C KAPAL F 4 KAPAL D KAPAL A 5 KAPAL E KAPAL B 6 KAPAL F KAPAL C 7 KAPAL A KAPAL D 8 KAPAL B KAPAL E 9 KAPAL C KAPAL F 10 KAPAL D KAPAL A 11 KAPAL E KAPAL B 12 KAPAL F KAPAL C 13 KAPAL A KAPAL D 14 KAPAL B KAPAL E 15 KAPAL C KAPAL F 16 KAPAL D KAPAL A 17 KAPAL E KAPAL B 18 KAPAL F KAPAL C 19 KAPAL A KAPAL D 20 KAPAL B KAPAL E 21 KAPAL C KAPAL F 22 KAPAL D KAPAL A 23 KAPAL E KAPAL B 24 KAPAL F KAPAL C Di Laut 2 jam Berlayar Jam 4 Studi ini akan melakukan analisis terhadap jumlah kebutuhan armada kapal ideal yang dibutuhkan di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni dan analisis pengaruhnya terhadap biaya operasional kapal yang merupakan salah satu komponen penetapan tarif agar dapat diperoleh gambaran besaran biaya pokok tarif saat ini dalam mencover keberlangsungan usaha penyeberangan tentunya kemampuan operator untuk memberikan pelayanan yang aman, nyaman, dan lancar kepada pengguna jasa. I.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, maka dirumuskan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Berapa jumlah kebutuhan kapal Ro-Ro yang ideal beroperasi di lintas penyeberangan Merak-Bakauheni 2. Bagaimana pengaruh jumlah kapal terhadap biaya operasional kapal 3. Bagaimana kesesuaian biaya pokok tarif yang berlaku terhadap jumlah kebutuhan kapal di lintas Merak – Bakauheni I.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji jumlah kapal ideal yang dibutuhkan dan pengaruhnya terhadap tingkat efisiensi biaya operasional kapal serta besaran biaya pokok tarif yang berlaku di lintas Merak – Bahauheni. Berdasarkan tujuan di atas, maka ditetapkan sasaran untuk mencapai tujuan dimaksud, antara lain: 1. Mengetahui jumlah kebutuhan kapal RoRo yang ideal beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni; 2. Mengidentifikasi pengaruh jumlah kapal terhadap biaya operasional 3. Mengidentifikasi kesesuaian biaya pokok tarif yang berlaku terhadap jumlah kebutuhan kapal di lintas Merak – Bakauheni I.4 Lingkup Studi Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan agar permasalahan tidak terlalu melebar, pembatasan ini adalah studi kasus yang dijadikan acuan untuk penelitian secara mendalam tentang pengoperasian moda penyeberangan Merak – Bakauheni menggunakan kapal Ro Ro. I.5 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 5 1.