Hasil Ringkasan
55 Bab IV Sejarah Perkembangan Kawasan Pesanggrahan Tamansari Pembahasan pada bab ini menjelaskan tentang sejarah Pesanggrahan Tamansari dan Permukiman Magersari, fungsi kawasan, penatapan sebagai kawasan cagar budaya dan pemugaran. IV.1 Karakteristik Kawasan Pesanggrahan Tamansari Karakteristik kawasan Pesanggrahan Tamansari terdiri dari sejarah perkembangan kawasan, pola tata ruang dan fungsi bangunan Pesanggrahan Tamansari, yang akan lebih jelas dibahas pada sub bab berikut ini. IV.1.1 Sejarah Kawasan Pesanggrahan Tamansari Kawasan Pesanggrahan Tamansari dibangun oleh gagasan Sri Sultan Hamengku Buwana I pada tahun 1684 Jw atau 1758 M dan pembangunan selanjutnya dilakukan pada 1687 Jw atau 1761 M yaitu pada bangunan tempat peristirahatan sultan (Pajungutan dalem). Pesanggrahan Tamansari memiliki luas wilayah terbangun 36,666 ha dan terdiri dari 59 gugus bangunan. Tamansari dibangun pada sisi barat Kraton Yogyakarta. Pembangunan ini difungsikan sebagai area rekreasi, spiritual, pemerintahan, pertahanan dan perisitirahatan sultan dan kerabat. Arsitek yang merancang kawasan Pesanggrahan Tamansari adalah Tumenggung Mangundipura yang dibantu oleh Lurah Dawelengi yang berasal dari portugis. Lurah Dawelengi dahulunya dikenal dengan nama Daeang Tegis, seorang ahli bangunan di Portugis, sehingga jelas bahwa bangunan Pesanggrahan Tamansari merupakan pengaruh antara arsitektur Jawa dan Eropa. Bangunan Tamansari selain sebagai tempat pelesiran sultan, juga digunakan sebagai area perkebunan untuk memenuhi kebutuhan pokok Kraton, selain itu sekiar area pada abad ke XIX mulai dibangun hunian untuk abdi dalem dan juga pangeran. Hunian ini bersifat ngidung atau magersari, yang artinya hanya diberikan hak sewa tanah. Perkembangan kawasan Pesanggrahan Tamansari semakin meningkat seteah tejadi gempa tektonik pada tanggal 10 juni 1867 dan pada saat itu hampir sebagaian bangunan Pesanggrahan Tamansari hancur dan mulai 56 bermunculan hunian penduduk yang menyatakan dirinya sebagai keturunan Abdi dalem. Gempa tektonik kembali terjadi pada taanggal 27 mei 2006 dan juga menyebabkan hancurnya beberapa bangunan Pesanggrahan Tamansari. Hancurnya bangunan Pensanggrahan Tamansari akibat gempa tektonik menyebabkan kawasan ini mulai mengalami perbaiki pada berbagai gugus bangunan, namun lamanya tingkat penanganan serta jenis material yang sulit membuat pemugaran kawasan menjadi terhambat dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Rentang waktu pemugaran yang lama inilah, yang kemudian membuat kawasan ini dimasuki penduduk dan mulai membangun area untuk bermukim, sehingga perkembangan permukiman padat pada kawasan tidak dapat dihindari lagi Gambar IV.1 Sejarah Perkembangan Kawasan Tamansari (Peneliti Sumberdaya Air di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM) 1758 1765-1812 1974 2000an Tamansari dibangunan oleh Hamengku Buwana I Tamansari difungsikan sebagain Pelesiran Sultan Tamansari tidak dimanfaatkan dan dijadikan pariwisata Perkembangan kegiatan perdagangan dan Jasa 1859: Tamansari, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat 1890: Reruntuhan bagian pada Pulau Kenanga a 1890: Reruntuhan Tamansari di kompleks Kraton 1890-1910: Pintu depan Tamansari, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat 1910: Kondisi Tamansari, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat 1920: Kondisi Tamansari, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat 57 IV.1.2 Pola Tata Ruang Kawasan Pesanggrahan Tamansari Filosofi pembangunan Kawasan Pesanggrahan Tamansari beradasarakan pada pola ruang Kraton, dengan memadukan konsep mikrokosmos dan makrokosmos. Konsep ini merupakan “tatanan atau pola yang berulang” yaitu menggambarkan hubungan antara alam semesta (makro) dengan bagian terkecil dari alam (mikro). Penerapan konsep ini dalam pola tata ruang Tamanasari adalah sebagai berikut. Gambar IV.2 Kedudukan Tamansari dalam Pola Ruang Kota Yogyakarta Aspek kosmologi, konsentris dan ekologi menjadi acuan dalam tataruang Kraton Yogyakarta begitu pula dengan kawasan Pesanggrahan Tamansari yang memiliki kesinambungan antara unsur alam, manusai dan Tuhan. Pola ruang kawasan yang konsentris memiliki arti bahwa bagian inti merupakan pemegang kuasa penuh terhadap kawasan yaitu Kutanegara-Nagaragung-Mancanegara-dan Pesisiran dan membentuk hirarki kepemilikan ruang berdasarkan status atau kedudukannya dalam kawasan. Adapun hirarki ruang tersebut adalah sebagai berikut. Makrokosmos dan Mikrokosmos Hubungan antara manusia dan tuhan ditunjukan dengan sistem ruang yang harmonis dan religius Gunung merapi dan Laut Selatan melambangkan hubungan antara manusia dengan alam Kraton sebagai pusat kekuasaan melambangkan hubungan antara manusia dengan manusia 58 Kawasan permukiman magersari berada dalam Njeron Beteng Kraton, dengan hirarki permukiman yang diperuntukan bagi abdi dalem yang bertugas untuk mengurus kawasan Pesanggrahan Tamansari dan menjaga kawasan Pesanggrahan Tamansari.