69 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1 Identifikasi Bakteri Halofilik Penghasil Levan Seleksi bakteri halofilik penghasil levan dari Bledug Kuwu dilakukan dalam medium yang mengandung NaCl dan sukrosa dan diindikasikan dengan terbentuknya lendir pada medium padat. Identifikasi lebih lanjut dilakukan secara ribotyping melalui amplifikasi gen 16S rRNA, dan analisis profil pertumbuhan terhadap aktivitas levansukrase. Struktur levan yang dihasilkan dianalisis secara spektroskopi. IV.1.1 Seleksi Bakteri Halofilik Penghasil Levan pada Medium Produksi Eksopolisakarida Skrining bakteri untuk menghasilkan levan dilakukan menggunakan medium padat dengan komposisi sukrosa 20% (b/v) sebagai sumber karbon, ekstrak ragi 0,5% (b/v) dan tripton 1% (b/v) sebagai sumber nitrogen, K 2HPO4 0,25% (b/v), dan NaCl 15% (b/v) untuk meniru kondisi pertumbuhan bakteri halofilik di habitat asalnya. Bakteri halofilik yang menghasilkan levan dapat diidentifikasi berdasarkan kemampuan koloni-koloni bakteri mengeluarkan lendir pada permukaan medium padat tersebut. Lendir ini mengindikasikan adanya produksi eksopolisakarida yang diasumsikan sebagai levan. Penelitian terhadap isolasi bakteri halofilik asal Bledug Kuwu telah banyak dilakukan dengan potensinya dalam menghasilkan enzim tertentu. Asy’ari (2015) telah berhasil melakukan isolasi terhadap tujuh isolat bakteri halofilik Bledug Kuwu yaitu Halomonas meridiana BK-AB4, Halomonas elongata BK-AB8, Halomonas eurihalina BK-AB15, Halomonas elongata BK-AG18, Chromohalobacter japonicas BK-AB18, Pseudomonas stutzeri BK-AB12, dan Pseudomonas alcaliphila BK-AG13. Bakteri halofilik Halomonas eurihalina BK- AB15 memiliki kemampuan menghasilkan lipase (Pangesti, 2015), dan Pseudomonas stutzeri juga menghasilkan lipase pada kadar garam NaCl 0 ˗ 7,5% (b/v) (Parwata, 2012), sementara lipase komersial umumnya digunakan dalam medium yang hanya mengandung 0,25% NaCl. Bakteri halofilik 70 Chromohalobacter japonicus BK-AB18 memiliki aktivitas levansukrase dengan penumbuhan pada medium yang mengandung 7,5% (b/v) NaCl dan 7,5% (b/v) sukrosa, dan aktivitas levansukrasenya meningkat dengan penambahan ion Co 2+ dan 5% (b/v) NaCl (Nasir, 2015). Aspek baru yang ditemukan oleh Nasir (2015) adalah bahwa penambahan NaCl hingga konsentrasi 15% (b/v) ke dalam medium tidak mempengaruhi aktivitas levansukrase. Selain itu, masih banyak isolat bakteri lain dari Bledug Kuwu yang saat ini sedang dikarakterisasi lebih lanjut. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi terhadap enam isolat bakteri halofilik yang potensial menghasilkan levan sebagai eksopolisakarida. Keenam bakteri tersebut diberi label LS1, LS2, LS3, LS4, LS5, dan LS6. Hasil penumbuhan LS1 ˗ LS6 tersebut dalam medium padat yang mengandung sukrosa ditunjukkan pada Gambar IV.1. Penambahan sukrosa ke dalam medium dimaksudkan agar produksi eksopolisakarida dapat diamati dengan jelas karena menurut jalur metabolisme dalam bakteri, substrat utama untuk produksi levan adalah sukrosa. Dapat dilihat pada Gambar IV.1, apabila dibandingkan dengan bakteri halofilik yang tidak menghasilkan levan (kontrol negatif), LS1 ˗ LS6 semuanya menghasilkan levan. Namun, setiap isolat memperlihatkan perbedaan profil banyaknya lendir. Bakteri LS1, LS3, dan LS4 mengeluarkan lendir berwarna bening kekuningan namun tidak banyak, sedangkan bakteri LS2, LS5, dan LS6 menampakkan lendir berwarna putih bening dengan jumlah yang relatif banyak. Banyaknya lendir yang teramati pada permukaan medium ini tidak berarti bahwa bakteri tersebut unggul dalam menghasilkan levansukrase karena setiap sel mikroba memiliki mekanisme spesifik untuk memanfaatkan sukrosa dan mengeksresikan levan ke permukaan sel. Oleh sebab itu, karakterisasi dilanjutkan dengan analisis struktur levan yang dihasilkan dan analisis aktivitas levansukrase. Namun, sebelum dilakukan kedua analisis tersebut maka dilakukan ribotyping terhadap keragaman bakteri halofilik potensial penghasil levansukrase untuk menelaah profil DNA gen 16S rRNA dan konstruksi kekerabatan filogenetik pada tingkat spesies. 71 LS1 LS2 LS3 LS4 LS5 LS6 Kontrol negatif Gambar IV.1 Morfologi sekresi lendir koloni-koloni bakteri halofilik (LS1 ˗ LS6) pada permukaan medium padat. IV.1.2 Identifikasi Bakteri dengan Ribotyping Hasil skrining produksi levan menunjukkan bahwa bakteri LS1 - LS6 berpotensi untuk digunakan sebagai sumber gen levansukrase. Oleh sebab itu, keenam bakteri tersebut kemudian diidentifikasi menggunakan ribotyping yakni mengamplifikasi gen 16S rRNA menggunakan primer maju Bact27F dan primer mundur Uni1492R (Tabel III.2.4). Pasangan primer ini merupakan primer universal yang umum digunakan dalam ribotyping bakteri. Primer ini komplemen terhadap daerah lestari pada bagian awal dari gen 16S rDNA dan di daerah 72 spesifik pada 540 pb bagian akhir dari keseluruhan daerah sekuen 16S rDNA yang yang digunakan untuk pembanding dan identifikasi taksonomi (Chen dkk., 1989; Relman, 1999; Clariddge, 2004). Tahap ini diawali dengan isolasi kromosom dari keenam bakteri halofilik tersebut (LS1 ˗ LS6). Isolasi DNA kromosom dilakukan menggunakan metode ekstraksi organik (Klijln dkk, 1991) yaitu menggunakan isopropanol untuk memisahkan protein dan etanol untuk mengendapkan DNA. DNA kromosom yang diperoleh dikonfirmasi dengan elektroforesis gel agarosa. Elektroforegram yang didapat ditunjukkan pada Gambar IV.2. DNA kromosom hasil isolasi terlihat bersih dan tidak terfragmentasi, ditunjukkan dengan munculnya fragmen tunggal pada elektroforegram. Hal ini mengindikasikan bahwa isolasi DNA kromosom telah berhasil dilakukan dengan cukup baik untuk dapat digunakan sebagai template pada proses amplifikasi PCR. Gambar IV.2 Elektroforegram kromosom DNA. Kolom 1-6 kromosom DNA dari enam strain bakteri (A = LS1; B = LS2; C = LS3; D = LS4; E = LS4; E = LS5; F = LS6). Amplifikasi gen 16S rRNA secara PCR dilakukan sebanyak 34 siklus dengan suhu annealing 50 o C dan suhu elongasi 72 o C menggunakan pasangan primer Bact27F dan Uni1492R. Kondisi ini adalah kondisi umum yang dilakukan dalam ribotyping pada bakteri. Elektroforegram terhadap amplicon 16S rRNA dari keenam isolat bakteri tersebut ditunjukkan pada Gambar IV.3. Dapat dilihat bahwa amplicon yang diperoleh mempunyai ukuran fragmen 1500 pb, ukuran umum untuk panjang 16S rDNA bakteri yang diamplifikasi dengan primer DNA kromosom 73 universal. Amplicon ini kemudian disekuens dengan metode Dideoksi Sanger (oleh 1 st base) dengan primer universal dan urutan basa nukleotidanya diblast untuk mengidentifikasi genus dan spesies bakteri. (A) (B) Gambar IV.3 Elektroferogram amplicon 16S rDNA. (A) M=DNA Marker (GeneRuler 1 kb DNA Ladder), 1=LS1, 2=LS2, 3=LS3, 4=LS4; (B) M=DNA Marker (GeneRuler 1 kb DNA Ladder), 5=LS5, 6=LS6. Hasil sekuensing yang diperoleh adalah data file AB1 dan file SEQ yang kemudian digabungkan (contig) menggunakan program DNA Baser V.4. Dari hasil contig diperoleh data gabungan yang berisi data urutan nukleotida gen 16S rDNA lengkap yang berukuran 1301 pb untuk LS1, 1438 pb untuk LS2, 1433 pb untuk LS3, 1452 pb untuk LS4, 1437 pb untuk LS5, dan 1423 pb untuk LS6 (Lampiran B). Keenam data urutan nukleotida gen 16S rDNA tersebut disejajarkan secara online menggunakan program BLASTN melalui situs https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi. Hasil penyejajaran dengan basis data GenBank ini menghasilkan identifikasi genus dan spesies bakteri yang ditunjukkan pada Tabel IV.1. Dapat dilihat bahwa identitas urutan DNA terkait berada pada kisaran 97 ˗ 99% yang mengindikasikan validasi yang cukup tinggi untuk identitas genus dan spesies bakteri yang diperoleh. Secara statistik identifikasi cara ini dianggap ambigu atau bias bila identitas homologi urutan 16S rDNA berada di bawah 70% (Hall, 2013). amplikon amplikon 74 Tabel IV.1 Analisis homologi enam isolat bakteri halofilik penghasil levan.