Hasil Ringkasan
BAB 4 WINDA MULIANDARI

Jumlah halaman: 37 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

38 BAB IV Bab IV Pengolahan Data dan Pembahasan IV.1. Estimasi Lama Proyek Pada penelitian ini, estimasi lama proyek akan dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap konstruksi infrastruktur, tahap pemboran, tahap injeksi CO 2-EOR, dan tahap CSSU. Tahap konstruksi merupakan tahap dimana dimulainya konstruksi infrastruktur pada lapangan Natuna Timur (lokasi sumber CO 2), Batam (tempat pemisahan CO 2), dan Bengkalis (Gathering Station, sebelum CO 2 dialirkan ke lapangan minyak yang menjadi target injeksi CO 2). Estimasi waktu pada tahap pemboran merupakan waktu yang diperlukan untuk pemboran 40 sumur produksi di Natuna Timur. Estimasi waktu pada tahap injeksi CO 2-EOR mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Anastasius (2017), yaitu selama 32 tahun (Gambar II.9) dengan laju alir optimum sebesar 8 BSCFD. Sedangkan estimasi waktu untuk metode CSSU mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Cherdasa (2018), dimana jumlah sumur injeksi yang diperlukan adalah berjumlah 62 sumur dengan total waktu injeksi selama 50 tahun. Pada penelitian ini, proses EOR dan CSSU akan dilakukan secara bersamaan, yaitu pada tahun ke-12. Dari ke-empat tahap kegiatan tersebut, maka didapat total waktu proyek adalah selama 61 tahun (Tabel IV.1). Gambar IV.1 menunjukkan timeline dari proyek pemanfaatan produksi CO 2 Natuna Timur. x Estimasi Waktu Pada Tahap Konstruksi Dalam tahap ini, kontsruksi infrastruktur akan dilakukan pada 3 tempat secara bersamaan, yaitu Natuna Timur sebagai lokasi yang memproduksi CO 2, Batam sebagai lokasi pemisahan CO 2, dan Bengkalis sebagai lokasi Gathering Station sebelum CO 2 dialirkan menuju lapangan-lapangan minyak yang menjadi target injeksi CO 2. Estimasi waktu pada tahap konstruksi ini diasumsikan sama dengan konstruksi LNG Plant, yaitu selama 4 tahun (Songhurst, 2014). x Estimasi Waktu Pada Tahap Pemboran di Natuna Timur Jumlah sumur produksi optimum untuk mengalirkan 8 BSCFD gas bumi Natuna Timur adalah sebanyak 40 sumur produksi (Anatasius, 2017). Asumsi yang 39 digunakan pada penelitian ini adalah, waktu yang diperlukan untuk pemboran satu sumur adalah 55 hari (Heriot Watt, 2014). Sedangkan waktu produksi untuk satu sumur diasumsikan selama 7 hari. Maka waktu yan diperlukan untuk pemboran 40 sumur produksi adalah selama 2.480 hari atau 7 tahun. x Estimasi Waktu Pada Tahap Injeksi CO 2-EOR Estimasi waktu pada tahap injeksi CO 2-EOR dihitung berdasarkan durasi plateau pada laju alir optimum, yaitu 32 tahun (Gambar II.9) dengan laju alir optimum sebesar 8 BSCFD (Anastasius, 2017). x Estimasi Waktu Pada Tahap CSSU Jumlah sumur injeksi yang diperlukan adalah 62 sumur, dengan total waktu injeksi selama 50 tahun (Cherdasa, 2018). Skenario yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah, proses EOR dan CSSU akan dilakukan setelah proses pemboran selesai. Kedua proses ini akan dilakukan dalam waktu yang bersamaan, dengan asumsi CO 2 telah mengalami proses pemisahan. Tabel IV.1. Estimasi Waktu Proyek Tahap Kegiatan Detail Pekerjaaan Estimasi Waktu (tahun) Tahap 1 Konstruksi Infrastruktur 4 Natuna Timur(CO2 Production Well) : 4 tahun Batam (CO2 Removal) : 4 tahun Bengkalis (Gathering Station) : 4 tahun Tahap 2 Pemboran 40 Sumur di Natuna Timur 7 1 Sumur : 62 hari Tahap 3 dan Tahap 4 EOR dan CSSU 50 Total 61 40 IV.2. Strategi Alokasi Produksi CO 2 Natuna Timur Produksi kumulatif gas Natuna Timur selama 32 tahun (laju alir optimum 8 BSCFD dengan laju alir gas bersih 2,16 BSCFD) adalah sebesar 93 TSCF (93.000 BSCF). Sedangkan produksi kumulatif CO 2 dari Natuna Timur selama 32 tahun adalah 68.211 BSCF (laju alir 5.84 BSCFD). Diperlukan suatu strategi alokasi agar CO 2 yang diproduksi oleh Lapangan Gas Bumi Natuna Timur, dapat dimanfaatkan secara optimum, baik dari segi biaya maupun waktu. Besarnya jumlah CO 2 yang diproduksikan oleh Lapangan Gas Bumi Natuna Timur dapat dialokasikan untuk kegiatan EOR (Enhanced Oil Recovery) di Sumatera, CSSU (Carbon Sequestration Storage Utilization) di Cekungan Natuna Timur, dan untuk kebutuhan industri, salah satunya sebagai bahan baku urea. IV.2.1. Alokasi CO 2 untuk EOR di Sumatera Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk mengetahui alokasi CO 2-EOR adalah melakukan screening EOR untuk menentukan lapangan mana saja yang dapat diinjeksi CO 2 dan menentukan injection rate pada setiap lapangan yang menjadi target injeksi CO 2-EOR. Faktor utama yang mempengaruhi efektivitas mekanisme injeksi CO 2 adalah volume CO2 yang diinjeksikan, dihitung berdasarkan fraksi reservoir HCPV (Lewin dkk., 1981). Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah reservoir pada lapangan target injeksi CO 2 telah melewati proses perolehan primer dan sekunder. Gambar IV.1. Timeline Proyek 41 IV.2.1.1. Perhitungan Injection Rate Untuk Setiap Lapangan Minyak di Sumatera Pada penelitian ini, total volume CO 2 yang diinjeksikan sebesar 2,1 HCPV. Maksimum injection rate terjadi pada dua tahun pertama, dimana besarnya maksimum injection rate adalah sebesar 0,1 HCPV. Selain itu, perolehan minyak pertama dimulai ketika CO 2 yang diinjeksikan telah mencapai 0,2 HCPV (Lewin dkk., 1981). Besarnya volume injeksi CO 2 tersebut akan mempengaruhi kepada besarnya injection rate yang akan dilakukan pada setiap lapangan minyak yang menjadi target kegiatan injeksi CO 2 -EOR di Sumatera. Berdasarkan perhitungan injection rate (Tabel IV.2) diketahui bahwa, maksimum injection rate (0,1 HCPV) untuk seluruh lapangan di Sumatera adalah sebesar 855 BSCFY (2.342 MMSCFD), sedangkan untuk yearly rate (0,0633 HCPV) adalah sebesar 541,50 BSCFY (1.483MMSCFD). Total pemakaian CO 2 untuk injeksi CO2 di Sumatera adalah 17.955 BSCF. Apabila dikalkulasikan, total CO 2 dari Natuna Timur yang digunakan untuk injeksi CO 2-EOR di Sumatera adalah sebesar 26% (Gambar IV.3). IV.2.1.2. Perhitungan Panjang dan Diameter Pipa Panjang pipa yang akan digunakan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran jarak antara satu titik (lokasi) dengan titik (lokasi) yang lain. Jarak antar titik tersebut diperoleh dari aplikasi sumber terbuka (open source) Google Earth Pro (Gambar III.2). Diameter pipa yang akan digunakan untuk mengalirkan 8 BSCFD gas alam dari Natuna Timur ke Batam mengacu pada peneltian yang telah dilakukan Aristyo (2018), dimana pipa yang akan digunakan adalah sebanyak 5 buah dengan diameter masing-masing sebesar 47,31 inch. Selanjutnya, ukuran diameter dan jumlah pipa yang digunakan untuk mengalirkan gas bumi dari Batam menuju Bengkalis, diasumsikan sama dengan diameter dan jumlah pipa yang digunakan untuk mengalirkan dari Natuna Timur ke Batam, yaitu 47,31 inch sebanyak 5 pipa. Sedangkan ukuran diameter pipa dari Bengkalis menuju lapangan-lapangan minyak akan dihitung menggunakan persamaan II.1. 42 Tabel IV.2. Injection Rate CO 2 untuk Lapangan-Lapangan di Sumatera No LAPANGAN Maximum Injection Rate (BSCFY) Yearly Rate (BSCFY) 1 Prabumulih 44,01 27,88 2 Lirik 11,31 7,16 3 Limau 18,26 11,56 4 Adera 17,28 10,95 5 Pendopo 10,36 6,56 6 Rantau 25,31 16,02 7 Jambi 31,28 19,81 8 Ramba 11,40 7,22 9 Aman 6,87 4,35 10 Bekasap 59,96 37,98 11 Bekasap S 5,63 3,57 12 Benar 8,56 5,42 13 Cebakan 1,29 0,82 14 Jorang 15,28 9,68 15 Libo S.E 2,78 1,76 16 Menggala N 3,17 2,01 17 Menggala S 3,64 2,31 18 Minas 288,21 254,02 19 Pematang 53,03 33,58 20 Petani 78 49,40 21 Pudu 9,53 6,04 22 Seruni 9,24 5,85 23 Sintong 11,44 7,25 24 Tandun 2,56 1,62 25 Tilan 13,72 8,69 Total 855 541,50 43 Tabel IV.3. Hasil Perhitungan Panjang Pipa (km) dan Diameter Pipa (inch) IV.2.2. Alokasi CO 2 Untuk CSSU di Cekungan Natuna Timur Metode CSSU (Carbon Sequestration Storage and Utilization) merupakan metode menginjeksikan sejumlah CO 2 kedalam aquifer. Pada Gambar II.9, dapat dilihat bahwa target zona reservoir berada pada zona sokang Lower Sand (daerah yang berwarna zona ungu) dan Middle Miocene Marker (zona berwarna kuning), dimana kedua zona tersebut berada pada formasi Arang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cherdasa (2018), terdapat 13 daerah prospek di Cekungan Natuna Timur (Gambar IV.2), yang dapat dijadikan kandidat proyek CSSU. Total fluida CO 2 yang dapat diinjeksikan adalah sebesar 10,7 TSCF dengan sumur injeksi Jalur Pipa Jarak (km) Diameter (inch) Natuna Timur - Batam 800 4,31 Batam - Bengkalis 268 4731 Bengkalis-Prabumulih 614 9,25 Bengkalis-Lirik 223 5,02 Bengkalis-Limau 316 6,22 Bengkalis-Adera 599 6,07 Bengkalis-Pendopo 617 4,82 Bengkalis-Rantau 543 7,21 Bengkalis-Jambi 428 7,93 Bengkalis-Ramba 218 5,03 Bengkalis - Aman 105 4,01 Bengkalis - Bekasap 89 10,63 Bengkalis - Bekasap S 86 3,67 Bengkalis - Benar 85 4,43 Bengkalis Cebakan 91 1,89 Bengkalis - Jorang 83 5,74 Bengkalis - Libo S.E 100 2,67 Bengkalis - Menggala N 109 2,83 Bengkalis - Menggala S 113 3,01 Bengkalis - Minas 109 24,99 Bengkalis - Pematang 185 10,06 Bengkalis - Petani 87 11,96 Bengkalis - Pudu 79 4,64 Bengkalis - Seruni 96 4,58 Bengkalis - Sintong 93 5,04 Bengkalis - Tandun 174 2,57 Bengkalis - Tilan 173 5,47 44 berjumlah 62 sumur (Tabel IV.4), dan waktu injeksi selama 50 tahun. Prosentase pemanfaatan CO 2 untuk metode CSSU di Cekungan Natuna Timur adalah sebesar 16% (Gambar IV.3). Tabel IV.4. Hasil Perhitungan Pada 13 Prospek CSSU di Cekungan Natuna Timur (Cherdasa, 2018) Area Area (m 2 ) Volume (m 3 ) Sumur CSSU Total CO2 Injected (SCF) Injeksi Perhari (MMSCFD) A 61.453.750 4.534.209.305 3 5,10E+11 27,95 B 13.871.250 599.782.380 1 1,72E+11 9,42 C 42.026.250 27.767.297.529 2 3,52E+11 19,29 D 108.176.875 5.456.097.361 5 9,07E+11 49,70 E 70.307.500 5.365.960.062 3 5,89E+11 32,27 F 64.436.875 2.764.954.729 3 5,40E+11 29,59 G 744.980.000 128.015.976.732 36 6,24E+12 341,92 H 3.983.125 111.030.275 1 1,72E+11 9,42 I 7.789.375 194.793.251 1 1,72E+11 9,42 J 56.646.250 1.379.936.758 3 4,75E+11 26,03 K 8.648.125 227.085.843 1 1,72E+11 9,42 L 13.446.250 194.672.625 1 1,72E+12 94,25 M 6.632.500 97.436.629 1 1,72E+13 942,47 TOTAL 62 1,07E+13 586,30 Skenario CSSU akan dilakukan dengan menginjeksikan CO 2 menggunakan 62 sumur injeksi selama 20 tahun. Kemudian setelah proses 20 tahun injeksi, 22 sumur Gambar IV.2. Tiga Belas Kandidat Proyek CSSU di Cekungan Natuna Timur (Cherdasa, 2018) 45 ditutup (shut in well) sedangkan 40 sumur tetap injeksi. Proses shut in well ini dilakukan selama 5 tahun, dengan tujuan untuk persiapan produksi CO 2. Setlah proses shut in well, proses selanjutnya adalah menjadikan sumur yang telah di-shut in menjadi sumur produksi untuk memproduksikan CO 2, dengan waktu produksi selama 25 tahun. Kalkulasi besaran injeksi harian fluida CO 2 bergantung pada besaran kapasitas penyimpanan secara keseluruhan. Untuk total kapasitas penyimpanan sebesar 10,7 TSCF, dapat diisi dengan total kapasitas injeksi perhari sebesar 586,3 MMSCFD (Tabel IV.4). Berdasarkan simulasi yang dilakukan oleh Cherdasa (2018), dengan menggunakan pemodelan 1 sumur produksi dan 2 sumur injeksi akan menghasilkan entalphy fluida sebesar 74 – 178 MMBTU/Day atau 0,9 -2,17 MW. Mengacu pada penelitian tersebut, maka dengan menggunakan 22 sumur produksi dan 40 sumur injeksi, maka dapat menghasilkan entalphy fluida sebesar 1.480 – 3.560 MMBTU/Day atau 18 – 43,4 MW. IV.2.3. Alokasi CO 2 untuk Kebutuhan Industri x CO 2 Cair Pemanfaatan CO 2 untuk konsumen dengan jarak diatas 1.000 km dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi LNG. Dimana, pada tahap ini CO 2 akan dicairkan dengan cara didinginkan sampai mencapai suhu -160 o C pada tekanan atmosferik sehingga volumenya menjadi 1/600 kalinya. Proses pembentukan LNG dari gas adalah sebagai berikut, gas umpan dialirkan melalui pipa kemudian melewati gas metering, gas melewati unit kompresi. Selanjutnya gas dialirkan menuju unit-unit pretreatment gas. Proses selanjutnya adalah gas akan melewati unit AGRU (Acid Gas Removal Unit), kemudian gas masuk ke heavier hydrocarbon recovery untuk memisahkan karbon fraksi berat. Lalu gas dilewatkan ke unit liquefaction untuk didinginkan sampai suhu -160 o C. Pada suhu tersebut, gas akan mencair seluruhnya menjadi LNG, kemudian tekanan diturunkan hinga 72,5 psig dan dialirkan ke storage tank (Gambar II.15). Tekonologi tersebut akan diaplikasikan untuk pencairan 46 CO 2, agar dapat memenuhu kebutuhan konsumen yang memiliki jarak lebih dari 1.000 km. x GTL (Gas to Liquid) Konversi gas menjadi produk GTL terdiri dari tiga tahap, yaitu proses synthesis gas (syngas), proses Fischer Tropsch, dan product upgrading (Velasco, 2010). Tahap pertama (synthesis gas) merupakan tahap awal pembentukan GTL. Pada tahap ini, karbon dan hidrogen dibagi dari molekul metana. Produksi yang dihasilkan dari tahap ini adalah CO dan H 2. Proses synthesis gas dengan kondisi operasi steam reforming akan menghasilkan persamaan reaksi berikut:  8E 6\tEt 6 ΔH o 298K = 247.32 kJ/mol (IV.1) Tahap kedua adalah proses Fischer Tropsch, pada tahap ini syngas akan diproses pada reactor Fischer Tropsch dan akan menghasilkan parafinik (syncrude). Produk Fischer Tropsch merupakan produk dengan kualitas tinggi yang bebas dari sulfur, nitrogen, aromatic, dan kontaminan lainnya. Berikut ini adalah persamaan reaksi pada tahap Fischer Tropsch: nCO+ (2n+1)H 2Æ CnH(2n+2) + nH2O ΔH o 298K = - 167 kJ/mol (IV.2) Tahap terakhir adalah product upgrading, pada tahap ini syncrude akan diproses untuk menghasilkan solar dan nafta yang dapat dijual pada pasar komersial (Velasco, 2010). x DME (Dimetil Eter) Dimetil Eter (DME) merupakan senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3OCH3. Senyawa ini berwujud gas sehingga untuk mencairkannya diperlukan proses kompresi dan penyimpanannya harus dalam tangki bertekanan. Produksi DME dari gas alam dapat dilakukan dengan cara, yaitu dengan jalur sintesa tidak langsung dan sintesa langsung. 47 Proses sintesa tidak langsung yaitu proses sintesa gas alam atau syngas menjadi metanol kemudian dilanjutkan dengan proses dehidrasi methanol. Berikut ini adalah persamaan reaksi untuk proses sintesa tidak langsung: Methanol synthesis-1 CO + 2 H 2 o CH 3OH ΔH o 298K =+90.7 kJ/mol (IV.3) Methanol synthesis-2 CO 2 + 3 H2 o CH3OH + H2O ΔH o 298K = +49.4kJ/mol (IV.4) Methanol dehydration 2CH 3OH o CH 3OCH3 + H2O ΔH o 298K = +23.4 kJ/mol (IV.5) Overall CO + CO 2 + 5 H2 o CH 3OCH3 + 2H2O ΔH o 298K =+163.5 kJ/mol (IV.6) x Urea Sebagai salah satu cara untuk mengurangi emisi CO 2 di atmosfer, maka selain metode CSSU, CO 2 dapat dimanfaatkan untuk industri pupuk urea. Di Indonesia sendiri, pupuk merupakan salah satu industri yang dapat menopang ketahanan pangan nasional. Saat ini, pemerintah sedang meningkatkan kapasitas produksi pupuk. Selain untuk memenuhi kebutuhan nasional, penambahan kapasitas produksi tersebut bertujuan pula untuk menunjang program ketahanan pangan dan meningkatkan produktivitas pertanian. Total kebutuhan pupuk urea pada tahun 2015 sebesar 15 juta ton/tahun dan akan terus mengalami peningkatan sebesar 7% setiap tahunnya (APPI, 2015). Pada Tabel IV-12, dapat dilihat bahwa jumlah CO 2 yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pupuk nasional (15 juta ton/tahun) adalah 11,4 juta ton/tahun (1.240 BSCF/Tahun). Untuk mengoptimalkan pemanfaatan CO 2 dari Natuna Timur, maka CO 2 sisa tersebut akan dialokasikan sebagai bahan baku urea, selama tahap produksi berlangsung (32 tahun). Dengan menginterpolasi kebutuhan urea hingga tahun 2059 (akhir tahun proyek), maka total kebutuhan pupuk urea sebesar 3,6 Gton dan jumlah CO 2 yang diperlukan sebagai bahan baku adalah 2,7 Gton atau 39.679 BSCF (Lampiran L). Prosentase pemanfaatan CO 2 untuk bahan baku urea adalah 58% (Gambar IV.3). 48 Tabel IV.5. Kalkulasi Kebutuhan CO2 Untuk Urea Kebutuhan Pupuk Indonesia (APPI, 2015) 15.698.042 ton/tahun Neraca Massa Furea 1.756.173 kg/jam Fbiuret 17.920 kg/jam FH2o 17.920 kg/jam N biuret 174 kg mol/jam N urea 348 kg mol/jam F urea terdekomposisi 20.877 kg/jam Total Urea yang Terbentuk 1.777.051 kg/jam N dari urea 29.617 kg mol/jam N CO2 29.617 kg mol/jam CO2 yang diperlukan 1.303.171 kg/jam 11.415.778 ton/year 168,8 bscf/year Tabel IV.6 Tabulasi Alokasi CO2 Natuna Timur CO2 Utilization Jumlah CO2 (BSCF) Presentase CSSU-Cekungan Natuna Timur 10.700 16% EOR Sumatera 17.834 26% Industri 39.677 58% Total 68.211 100% Gambar IV.3. Prosentase Alokasi CO2 Natuna Timur 49 IV.3. Perhitungan Biaya Investasi dan Operasional Lapangan Natuna Timur Perhitungan biaya pada Lapangan Natuna Timur akan dibagi menjadi dua, yaitu perhitungan biaya investasi (capital expenditure) dan biaya operasional (operating expenditure). Tabel IV.8 menunjukkan rincian estimasi biaya investasi (CAPEX) yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan Tabel IV.9 menunjukkan rincian biaya operasional IV.3.1. Perhitungan Biaya Investasi (Capital Expenditure) Lapangan Natuna Timur Biaya yang termasuk CAPEX diantaranya adalah biaya pemboran sumur di Natuna Timur, biaya transportasi CO 2 (pipeline), biaya pengembangan lapangan, dan biaya untuk peralatan lain. x Biaya Pemboran Biaya pemboran sumur di Natuna Timur, mengacu pada penelitian Cherdasa (2018), dimana dalam penelitiannya disebutkan bahwa pemboran satu sumur menggunakan rig semi-sub adalah sebesar 24 MMUSD. Jumlah sumur produksi di Natuna Timur adalah 40 sumur, maka total biaya pemboran di Natuna Timur sebesar 960 MMUSD.