1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya proyek-proyek jalan tol akhirnya akan menciptakan pertemuan antar ruas tol yang ada. Pertemuan ini dapat berupa kelanjutan dari ruas yang ada maupun berupa persilangan antar ruas tol, yang pada akhirnya akan membuat sebuah jaringan jalan tol. Salah satu jaringan jalan tol yang cukup aktif ialah jaringan jalan tol Jabodetabek yang menghubungkan beberapa kota didalamnya, seperti; DKI Jakarta, Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten dan Kota Tangerang. Dengan terhubungnya beberapa kota menunjukan bahwa kondisi pada jaringan jalan tol yang ada merupakan hasil interaksi antar beberapa kota dan bukan interaksi yang hanya melibatkan dua kota saja. Jaringan jalan tol Jabodetabek ini terdiri dari beberapa ruas tol antara lain; ruas Jagorawi, ruas Jakarta-Tangerang, ruas Jakarta-Cikampek, jalan tol Lingkar Luar serta jalan tol dalam kota yang terdiri dari ruas Cawang-Tomang-Cengkareng dan ruas Cawang-Priok-Pluit. Tata guna lahan yang berbeda di kota-kota yang dilayani oleh jaringan jalan tol ini mengakibatkan perbedaan karakteristik jenis kendaraan yang beroperasi di masing-masing ruas. Lahan dengan peruntukan sebagai daerah perumahan akan memiliki kecenderungan jenis kendaraan yang berbeda dengan lahan dengan peruntukan daerah industri, begitupun terhadap lahan yang diperuntukan sebagai daerah perkantoran akan memiliki kecenderungan jenis kendaraan yang berbeda dengan daerah yang diperuntukan sebagai pusat ekonomi. Tata guna lahan pada daerah jabodetabek didominasi oleh perumahan (di luar kota Jakarta) dan perkantoran serta Industri (di dalam kota Jakarta), sehingga perjalanan yang berada di jaringan jalan tol ini lebih didominasi oleh golongan komuter, walau demikian jumlah perjalanan akibat kegiatan ekonomi dan perindustrian juga memiliki jumlah yang besar. Interaksi antar kota ini tidak jarang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas di dalam ruas jaringan jalan tol tersebut. Ini dapat menjadi hal yang perlu dicermati, mengingat jalan tol memiliki persyaratan teknis yang sangat ketat. Persyaratan teknis yang ketat ini tidak hanya berlaku pada tahap perencanaan tetapi juga hingga ke tahap operasional. Hanya saja, terjadinya kecelakaan menunjukan masih adanya celah yang terjadi antara tahap perencanaan dengan tahap operasional jalan tol. Dari segi teknis, perbedaan kondisi pada saat tahap 2 perencanaan dan tahap operasional dapat menjadi salah satu celah penyebab terjadinya kecelakaan. Memenuhi persyaratan teknis ternyata tidak berarti dapat terpenuhinya aspek keselamatan didalam jaringan jalan tol. Untuk jaringan jalan tol jabodetabek dimana tiap ruas jalan tol yang ada sudah beroperasi sejak lama maka aspek keselamatannya dapat ditinjau dari tingkat kecelakaan yang ada, baik pada segmen ruas jalan tol maupun pada simpang susun antar jalan tol. Selain kondisi operasional perlu pula ditinjau dari segi perencanaan geometrik jalan tol dalam hal ini elemen-elemen geometrik yang dimiliki jalan tersebut. Khusus pada simpang susun, perlu dikaji pula tentang bentuk simpang susun yang lebih memberikan aspek keselamatan. Kajian keselamatan ini perlu dilakukan mengingat besarnya volume lalu lintas yang ada pada jaringan jalan tol jabodetabek. Oleh karena itu, objek penelitian ini akan membahas aspek keselamatan di jaringan jalan tol Jabodetabek.